1. Doa wanita itu lebih makbul daripada lelaki karena sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah SAW akan hal tersebut, jawab baginda , ” Ibu lebih penyayang daripada bapak dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia.”
2. Wanita yang salehah (baik) itu lebih baik daripada 1000 lelaki yang saleh.
3. Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama orang yang senantiasa menangis karena takut akan Allah .Dan orang yang takut akan Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
4. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah saw di dalam syurga);
5. Barangsiapa membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah lalu diberikan kepada keluarganya) maka pahalanya seperti melakukan amalan bersedekah.Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki.
6. Surga itu di bawah telapak kaki ibu;
7. Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta sikap bertanggungjawab, maka baginya adalah surga.
8. Apabila memanggil akan dirimu dua orang ibu bapakmu, maka jawablah panggilan ibumu terlebih dahulu.
9. Daripada Aisyah r.a.” Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu daripada anak-anak perempuannya lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka.
10. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutuplah pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu surga. Masuklah dari mana saja pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
11. Wanita yang taat pada suaminya, maka semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan semua beristighfar baginya selama dia taat kepada suaminya serta menjaga salat dan puasanya
12. Aisyah r.a berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita?” Jawab Rasulullah SAW “Suaminya.” ” Siapa pula berhak terhadap lelaki?” Jawab Rasulullah SAW, “Ibunya.”
13. Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya serta kepada suaminya, masuklah dia dari pintu surga mana saja yang dikehendaki.
14. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia ke dalam surga terlebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).
15. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebajikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
16. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah SWT mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah.
17. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
18. Apabila telah lahir anak lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.
19. Apabila semalaman seorang ibu tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah SWT memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah SWT.
Rabu, 21 April 2010
“ SYURGA ITU DIKELILINGI OLEH HAL – HAL YANG DIBENCI
DAN NERAKA ITU DIKELILINGI OLEH SYAHWAT (HAWA NAFSU SYETAN) “
(HR. Ahmad Muslim dan Turmudzi dari Anas)
Syurga ialah taman kenikmatan bagi orang yang taqwa, orang yang beriman serta orang – orang yang banyak melakukan amal shaleh. Untuk menjadi orang yang taqwa, orang yang beriman dan orang yang beramal shaleh yang sebenar – benarnya tidaklah mudah, memerlukan banyak pengorbanan, mengalami batu ujian, yang bagi orang yang belum mendapat hidayah Allah benar – benar sangat berat, padahal bagi yang menang (faa-izin) syurgalah tempatnya. Jadi untuk memperoleh tempat di syurga tidaklah semudah yang diperkirakan, harus menempuh berbagai ujian yang berat. Namun, bagi orang yang menerima hidayah Allah dan merasakan lezat serta manisnya iman, sesuatu yang dibenci orang baginya adalah sesuatu yang ringan dan selalu mudah untuk melaksanakannya.
Sedangkan neraka adalah tempat siksaan, tempat azab dan kesengsaraan yang disediakan bagi para pembangkang terhadap Allah, untuk mendapatkannya sangat mudah, dengan mengumbar hawa nafsu, sebab pada galibnya sesuatu yang jelek, perbuatan yang jahat sangat disukai oleh orang – orang yang tidak mendapatkan hidayah Allah dan adanya dorongan nafsu syetaniyah yang selalu mengajak kepada tindak kejahatan sehingga sangat suka untuk melakukan segala kehendak hawa nafsu itu.
Memang tabiat manusia itu, ada yang selalu ingin berbuat baik yaitu tabiat uluhiyah, tapi penuh dengan godaan dan halangan. Disamping itu manusia punya tabiat bahimiyah seperti tabiat binatang ternak yang hanya memikirkan makan minum dan tidur. Disamping itu tabiat sabu’iyah serupa sifatnya binatang buas yang mau merampas dan menerkam mangasanya tanpa mengenal batal, haram ataupun halal. Pokoknya siapa kuat menerkam yang lemah dan adakalanya tabaiat syathaniyah yang suka menjerumuskan orang ke lembah kenistaan.
Itulah syurga yang dicapai dengan kepahitan dan ujian berat, sedangkan neraka dapat dicapai dengan bergelimang hawa nafsu iblis, sangat mudah dicapai tanpa mengorbanan.
Sumber : 150 Hadits – Hadits Pilihan
“ TIGA HAL DARI AMAL SIA – SIA (TAK BERMANFAAT) YAITU
MENYEKUTUKAN (SYIRIK) KEPADA ALLAH
DURHAKA KEPADA IBU – BAPAK
DAN LARI DARI PERJUANGAN “
(HR. Thabrani dari Tauban)
Bagi orang yang beriman sempurna akan meninggalkan apa pun yang tidak membawa arti, yang tidak bermanfaat, apa lagi amalan yang membawa dosa, misalnya :
1. Syirik pada Allah, ia percaya pada Allah tapi masih juga percaya pada benda – benda atau kekuatan ghaib lain yang mendatangkan keuntungan atau menyebabkan ketakutan/bahaya, jadi bertuhankan pada hawa nafsu. Semua jenis syirik yang mengarah pada bertuhankan selain Allah, termasuk dosa besar yang tidak akan diampuni oleh Allah.
2. Mendurhakai kepada ibu bapak, menyakiti hati keduanya bersikap angkuh terhadap keduanya apalagi dikala kaya, dihinakannya keduanya seakan tidak ingat ia lahir ke dunia lantaran keduanya dengan izin Allah. Durhaka kepada orang tua juga termasuk dosa besar.
3. Lari dari perjuangan, lari dari tanggungjawab bersama, menghindari dari kepentingan ummat, maunya enaknya saja, akhirnya bersifat takaburm, ujub, dan memandang rendah semua perkara. Ia sendiri yang baik, yang pandai, serba super. Lari dari perjuangan adalah dosa besar yang dimurkai oleh Allah.
Tiga hal perbuatan sia – sia ini, tidak sepantasnya dilakukan oleh orang yang sudah menyatakan diri beriman.
Sumber : 150 Hadits – Hadits Pilihan
DAN NERAKA ITU DIKELILINGI OLEH SYAHWAT (HAWA NAFSU SYETAN) “
(HR. Ahmad Muslim dan Turmudzi dari Anas)
Syurga ialah taman kenikmatan bagi orang yang taqwa, orang yang beriman serta orang – orang yang banyak melakukan amal shaleh. Untuk menjadi orang yang taqwa, orang yang beriman dan orang yang beramal shaleh yang sebenar – benarnya tidaklah mudah, memerlukan banyak pengorbanan, mengalami batu ujian, yang bagi orang yang belum mendapat hidayah Allah benar – benar sangat berat, padahal bagi yang menang (faa-izin) syurgalah tempatnya. Jadi untuk memperoleh tempat di syurga tidaklah semudah yang diperkirakan, harus menempuh berbagai ujian yang berat. Namun, bagi orang yang menerima hidayah Allah dan merasakan lezat serta manisnya iman, sesuatu yang dibenci orang baginya adalah sesuatu yang ringan dan selalu mudah untuk melaksanakannya.
Sedangkan neraka adalah tempat siksaan, tempat azab dan kesengsaraan yang disediakan bagi para pembangkang terhadap Allah, untuk mendapatkannya sangat mudah, dengan mengumbar hawa nafsu, sebab pada galibnya sesuatu yang jelek, perbuatan yang jahat sangat disukai oleh orang – orang yang tidak mendapatkan hidayah Allah dan adanya dorongan nafsu syetaniyah yang selalu mengajak kepada tindak kejahatan sehingga sangat suka untuk melakukan segala kehendak hawa nafsu itu.
Memang tabiat manusia itu, ada yang selalu ingin berbuat baik yaitu tabiat uluhiyah, tapi penuh dengan godaan dan halangan. Disamping itu manusia punya tabiat bahimiyah seperti tabiat binatang ternak yang hanya memikirkan makan minum dan tidur. Disamping itu tabiat sabu’iyah serupa sifatnya binatang buas yang mau merampas dan menerkam mangasanya tanpa mengenal batal, haram ataupun halal. Pokoknya siapa kuat menerkam yang lemah dan adakalanya tabaiat syathaniyah yang suka menjerumuskan orang ke lembah kenistaan.
Itulah syurga yang dicapai dengan kepahitan dan ujian berat, sedangkan neraka dapat dicapai dengan bergelimang hawa nafsu iblis, sangat mudah dicapai tanpa mengorbanan.
Sumber : 150 Hadits – Hadits Pilihan
“ TIGA HAL DARI AMAL SIA – SIA (TAK BERMANFAAT) YAITU
MENYEKUTUKAN (SYIRIK) KEPADA ALLAH
DURHAKA KEPADA IBU – BAPAK
DAN LARI DARI PERJUANGAN “
(HR. Thabrani dari Tauban)
Bagi orang yang beriman sempurna akan meninggalkan apa pun yang tidak membawa arti, yang tidak bermanfaat, apa lagi amalan yang membawa dosa, misalnya :
1. Syirik pada Allah, ia percaya pada Allah tapi masih juga percaya pada benda – benda atau kekuatan ghaib lain yang mendatangkan keuntungan atau menyebabkan ketakutan/bahaya, jadi bertuhankan pada hawa nafsu. Semua jenis syirik yang mengarah pada bertuhankan selain Allah, termasuk dosa besar yang tidak akan diampuni oleh Allah.
2. Mendurhakai kepada ibu bapak, menyakiti hati keduanya bersikap angkuh terhadap keduanya apalagi dikala kaya, dihinakannya keduanya seakan tidak ingat ia lahir ke dunia lantaran keduanya dengan izin Allah. Durhaka kepada orang tua juga termasuk dosa besar.
3. Lari dari perjuangan, lari dari tanggungjawab bersama, menghindari dari kepentingan ummat, maunya enaknya saja, akhirnya bersifat takaburm, ujub, dan memandang rendah semua perkara. Ia sendiri yang baik, yang pandai, serba super. Lari dari perjuangan adalah dosa besar yang dimurkai oleh Allah.
Tiga hal perbuatan sia – sia ini, tidak sepantasnya dilakukan oleh orang yang sudah menyatakan diri beriman.
Sumber : 150 Hadits – Hadits Pilihan
ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS
TUGAS MAKALAH ASKEB V (KEBIDANAN KOMUNITAS)
ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI BIDAN DI KOMUNITAS
Dosen Pembimbing:
Raihana Norfitri, S. ST
Kelas A
Semester IV
Disusun oleh Kelompok 4:
Anisa Maulida O32401SO8004
Dewi Rahayu C. N. O32401SO8016
Elis Setiawati O32401SO8029
Farida Yuliani O32401SO8036
AKADEMI KEBIDANAN MARTAPURA
YAYASAN KORPRI KABUPATEN BANJAR
2010
A. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
Standar I (Falsafah dan Tujuan)
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi, dan tujuan pelayanan serta organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas pelayanan yang efektif da efisien.
Definisi operasional
1. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi dan filosopi pelayanan kebidanan yang mengacu pada visi, misi dan filosopi masing-masing.
2. Ada bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando, fungsi, dan tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan dengan unit lain dan disahkan oleh pemimpin.
3. Ada uraian tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi yang disahkan oleh pemimpin.
4. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga kerja menduduki jabatan pada organisasi yang disahkan oleh pimpinan.
Standar II (Administrasi dan Pengelolaan)
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar pelayanan, prosedur tetap, dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan yang kondusif yang memungkinkan terjadinya peraktik pelayanan kebidanan akurat.
Definisi operasional
1. Ada pedoman pengelola pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pemimpin.
2. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada standar ketenangan yang telah disahkan oleh pimpinan.
3. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan kebidanan yang disahkan oleh pimpinan.
4. Ada rencana/program kerja di setiap institusi pengelolaan yang mengacu pada institusi induk.
5. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.
6. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan latihan praktik, program, pengajaran klinik, dan penilaian klinik. Ada bukti administrasi yang meliputi buku registrasi.
Standar III (Staf dan Pimpinan)
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program pengelolaan sumber daya manusia (SDM) agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi operasional
1. Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan.
2. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
3. Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap perunit yang memduduki tanggung jawab dan kemampuan bidan.
4. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan kualifikasi minimal selaku kepala ruangan jika kepala ruangan berhalangan hadir.
5. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.
Standar IV (Fasilitas dan Peralatan)
Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai dengan tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi operasional.
1. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standar dan ada mekanisme keterlibatan bidan dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana.
2. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitasn barang.
3. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu.
4. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.
Standar V (Kebijaksanaan dan Prosedur)
Pengelola peayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan pembinaaan pegawai menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi operasional
1. Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disaahkan oleh pimpinan.
2. Ada prossedur personalia: penerimaan pegawai kontak kerja, hak dan kewajiban personalia.
3. Ada personalia pengajuan cuti pegawai, istirahat, sakit, dan lain-lain.
4. Ada prosedur pembinaan pegawai.
Standar VI (Pengembangan Staf dan Program Pendidikan)
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi operasional
1. Ada progrm pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.
2. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
3. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.
Standar VII (Standar Asuhan)
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberi pelayanan kepada pasien.
Definisi operasional
1. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam memberi pelayanan kebidanan
2. Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik.
3. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
4. Ada diagnosis kebidanan.
5. Ada rencana asuhan kebidanan
6. Ada dokumentasi tertulis tentang tindakan kebidanan.
7. Ada evaluasi dalam memberi asuhan kebidanan.
8. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
9. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
Standar VIII (Evaluasi dan Pengendalian Mutu)
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Definisi operasional
1. Ada program atau rencana terulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan
2. Ada program atau rencana terulis untuk melakukan penilaian terhadap standar pelayanan kebidanan
3. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan/pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.
4. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.
5. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan kebidanan.
B. KODE ETIK BIDAN
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang bertuntutan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
Kode etik bidan indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988. Petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada Kongres Nasional IBI XII tahun 1989. Sebagai pedoman dalam berprilaku kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan, dan pasal-pasalnya.
Secara umum, kode etik tersebut berisis 7 BAB. Bab-bab tersebut dapat dibedakan 7 bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat.
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.
7. Penutup.
Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban terhadap klien dan masyarakat
a. Setiap bidan senantiasa menjujung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinnya menjujung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai degan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien, dan menghormati nilai – nilai yang berlaku di masyarakat
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan bedasarkan kemampuan yang dimilikinya
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat masyarakat untuk meningkatkan derajt kesehatannya secara optimal.
2. Kewajiban tehadap tugas
a. Setiap bidan senantiasa memberi pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya bedasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
b. Setiap bidan berhak member pertolongan dan mempunyai wewenang dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi atau rujukan
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan atas keterangan yang dapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali jika dimintai oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawat maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesi
a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjujung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan member pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
b. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
a. Setiap bidan harus memelihara kesejahteraannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
b. Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangasa dan tanah air
a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa melaksanakan ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB, kesehatan keluarga dan masyarakat
b. Setiap bidan melaui profesinya berpatisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7. Penutup. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari –hari senantiasa menghayati dan mengamalkan kode etik bidan Indonesia.
C. STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
Standar asuhan kebidanan dapat dilihat dari ruang lingkup standar pelayanan kebidanan yang meliputi 25 standar dan dikelompokan sebagai standar pelayanan umum, standar pelayanan antenatal, standar pertolongan persalinan, standar pelayanan nifas, dan standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatus.
Standar Pelayanan Umum
Standar 1 (persiapan untuk kehidupan keluarga sehat)
Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.
Standar 2 (pencatatan dan pelaporan)
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya yaitu registrasi semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada masyarakat. Di samping itu, bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk mencatat ibu hamil dan meninjau upaya masyarkat yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir.
Standar Pelayanan Antenatal
Standar 3 (identifikasi ibu hamil)
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberi penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota keluarga agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dinji dan secara teratur.
Standar 4 (pemeriksaan dan pemantauan antenatal)
Bidan memberi sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal dan pemantauan ibu dan janin secara seksama untuk menilai apakah perkembngan janin berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan resiko tinggi atau kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, penyakit menular seksual (PMS) atau HIV. Bidan memberi pelyanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.mereka harus mencatat data yang tepat saat kunjungan. Jilka ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk indakan selanjutnya.
Standar 5 (palpasi abdomen)
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama dan melakukkan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan. Jika usia kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin, dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
Standar 6 (pengelolaan anemia pada kehamilan)
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Standar 7 (pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan)
Bidan menemukan secara dini setiap kenaiakan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala pre-eklampsia lainnya serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
Standar 8 (persiapan persalinan)
Bidan memberi saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluargnya pada trimester ke-3 untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik. Persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk jika terjadi keadaan kegawat-darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk persiapan persalinan.
Standar Pertolongan Persalinan
Standar 9 (asuhan saat persalinan)
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, ddengan memperhatikan kebutuhan klien selama proses persalinan berlangsung.
Standar 10 (persalinan yang aman)
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
Standar 11 (pengeluaran plsenta dan peregagan tali pusat)
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pegeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
Standar 12 (penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi)
Bidan mengenali secara tepat tanda – tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
Standar Pelayanan Nifas
Standar 13 (perawatan bayi baru lahir)
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan, mencegah hipoksia sekunder, menentukan kelainan dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermia.
Standar 14 (penanganan 2 jam pertama setlah melahirkan)
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam 2 jam setelah melahirkan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat proses pemulihan kesehatan ibu dan membantu ibu untuk memulai pemberian asi.
Standar 15 (pelayanan bagi ibu dan bayipada masa nifas)
Bidan memberikan pelayanan masa nifas melalui kunjungan rumah pada minggu ke-2 dan minggu ke-6 setelah persalinan, untuk membantu pemulihan ibu ddan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini, penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta membari penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perwatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi, dan KB.
Standar Penanganan Kegawat Obstetri dan Neonatus
Standar 16 (penanganan perdarahan pada kehamilan)
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Standar 17 (penanganan kegawatan pada eklamsia)
Bidan mengenali scara tepat tanda dan gejala eklamsia yang mengancam, serta merujuk atau member pertolongan pertama.
Standar 18 (penangan kegawatan pada partus lama atau macet)
Bidan mengenali secara tepat tanda gejala partus lama /macet serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat wakktu rujukannya.
Standar 19 (persalinann dengan forsep rendah)
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstrasi forsep rendah, menggunakan forsep dengan benar dan menolong persalinan secara aman bagi ibu dan bayinya.
Standar 20 (persalinan dengan menggunakan vakum ekstraktor)
Bidan mengenali kapan dilakukan ekstrasi vakum, melakukannya secara benar dalam memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan janin/bayi.
Standar 21 (penanganan retensio plasenta)
Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberika pertolongan pertama, termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan sesuai kebutuhan.
Standar 22 (penanganan perdarahan pasca partum primer)
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah persalinan (perdarahan pasca partum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama untuk mengendalikan perdarahan.
Standar 23 (penenganan perdarahan pascapartum sekunder)
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan pascapartum sekunder dan melakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan ibu dan/merujuknya.
Standar 24 (penanganan sepsis puerperium)
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperium, serta melakukan pertolongan pertama serta merujuknya.
Standar 25 (penanganan asfiksia)
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan member perawatan lanjutan.
D. REGISTRASI PRAKTIK BIDAN
Registrasi praktik bidan berpedoman pada permenkes No. 900/SK/VII/2002 yang terkandung dalam beberapa pasal diantaranya:
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelenggara pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada dinas kesehatan propinsi mengenai peserta didik yang baru luluis, selambat-lambatnya 1 bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada formulir terlampir.
Pasal 3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada kepala dinas kesehatan propinsi dimana institusi pendidikan berada guna mendapatkan SIB selambat-lambatnya 1 bulan setelah menerima ijasah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagai mana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi:
a. Fotokopi ijasah bidan;
b. Fotokopi nilai akademik;
c. Surat keterangan sehat dari dokter;
d. Pas foto ukuran 4x6 sebanyak 2 lembar.
(3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir 2 terlampir.
Pasal 4
(1) Kepala Dinas kesehatan propinsi atas nama mentri kesehatan melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal (3) untuk menerbitkan SIB.
(2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama menteri kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1 bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
(3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam formulir 3 terlampir.
Pasal 5
(1) Kepala Dinas Kesehatan propinsi harus membuat pembukuan regestrasi mengenai SIB yang telah diterbitkan.
(2) Kepala Dinas Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretariat Jendral c.q.
Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kehutanan dengan tembusan kepala organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan ditrbitkan delam buku registrasi nasional.
Pasal 6
(1) Bidan lulusan luarnegeri wajib melakukan addaptasi untuk melengkapi persyaratan mendapatkan SIB.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang telah terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3) Bidan yang telah yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan sesuai adaptasi oleh pimpinan sarana pendidikan.
(4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:
a. Fotokopi ijasah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jendral Pendidikan Tinggi.
b. Fotokopi transkip nilai akademik yang bersangkutan.
(6) Kepada Dinas Kesehatan Provinsi berdasarkan permohonan sebagai mana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi untuk melakukan adaptasi.
(7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalm pasal 3 dan pasal 4.
(8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam formulir IV terlampir.
Pasal 7
(1) SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk menerbitkan SIB.
(2) Pembahasan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan:
a. SIB yang telah habis masa berlakunya
b. Surat keterangan sehat dari dokter
c. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 lembar.
E. KEWENANGAN BIDAN KOMUNITAS
Wewenang bidan dalam memberi pelayanan di komunitas.
1. Meliputi pelayanan kepada wanita, pada masa pernikahan termasuk remaja putri, prahamil, kehamilan, persalinan, nifas, dan menyusui.
2. Pelayanan kesehatan pada anak, yaitu pada masa bayi, balita,dan anak prasekolah meliputi hal-hal berikut.
a. Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan.
b. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir.
c. Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif
d. Pemantauan tentang balita.
3. Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangn bidan antara lain sebagai berikut ,
a. Memberi imunisasi pada wanita usia subur termasuk remaja putrid, calon pengantin dan bayi
b. Memberi suntikan pada penyulit kehamilan, meliputi oktitosin sebagai pertolongan pertama sebelum dirujuk.
c. Melakukan tindakan amniotomi pada kala aktif dengan letak belakang kepala dan diyakini bayi dapat lahir per vagina.
d. KBI dan KBE untuk menyelamatkan jiwa ibu.
e. Ekstraksi vakum pada bayi denagan kepala didasar panggul.
f. Mencegah hipotermia pada bayi baru lahir
g. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
4. Memberi pelayanan KB
5. Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian
6. Kewajiban bidan dalam menjalankan kewenanganannya , seperti:
a. Meminta persetujuan yang akan dilakukan
b. Memberi informasi
c. Melakukan rekam medis
7. Pemberian uterotonika saat melakukan pertolongan persalinan
8. Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologi ringan
9. Penyediaan dan penyerahan obat-obatan
a. Bidan menyediakan obat maupun obat suntik sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan
b. Bidan diperkenankan menyerahkan obat kepada pasien sepanjang untuk keperluan darurat
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku 1: Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta:
DepartemenKesehatan
Musbir, Wastidar. 2003. Etika dan Kode Etik kebidanan. Jakarta: Pengurus Pusat
Ikatan Bidan Indonesia
Sofyan, Mustika. 2003. 50 Tahun IBI: Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia
Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC
ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI BIDAN DI KOMUNITAS
Dosen Pembimbing:
Raihana Norfitri, S. ST
Kelas A
Semester IV
Disusun oleh Kelompok 4:
Anisa Maulida O32401SO8004
Dewi Rahayu C. N. O32401SO8016
Elis Setiawati O32401SO8029
Farida Yuliani O32401SO8036
AKADEMI KEBIDANAN MARTAPURA
YAYASAN KORPRI KABUPATEN BANJAR
2010
A. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
Standar I (Falsafah dan Tujuan)
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi, dan tujuan pelayanan serta organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas pelayanan yang efektif da efisien.
Definisi operasional
1. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi dan filosopi pelayanan kebidanan yang mengacu pada visi, misi dan filosopi masing-masing.
2. Ada bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando, fungsi, dan tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan dengan unit lain dan disahkan oleh pemimpin.
3. Ada uraian tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi yang disahkan oleh pemimpin.
4. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga kerja menduduki jabatan pada organisasi yang disahkan oleh pimpinan.
Standar II (Administrasi dan Pengelolaan)
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar pelayanan, prosedur tetap, dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan yang kondusif yang memungkinkan terjadinya peraktik pelayanan kebidanan akurat.
Definisi operasional
1. Ada pedoman pengelola pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pemimpin.
2. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada standar ketenangan yang telah disahkan oleh pimpinan.
3. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan kebidanan yang disahkan oleh pimpinan.
4. Ada rencana/program kerja di setiap institusi pengelolaan yang mengacu pada institusi induk.
5. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.
6. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan latihan praktik, program, pengajaran klinik, dan penilaian klinik. Ada bukti administrasi yang meliputi buku registrasi.
Standar III (Staf dan Pimpinan)
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program pengelolaan sumber daya manusia (SDM) agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi operasional
1. Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan.
2. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
3. Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap perunit yang memduduki tanggung jawab dan kemampuan bidan.
4. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan kualifikasi minimal selaku kepala ruangan jika kepala ruangan berhalangan hadir.
5. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.
Standar IV (Fasilitas dan Peralatan)
Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai dengan tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi operasional.
1. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standar dan ada mekanisme keterlibatan bidan dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana.
2. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitasn barang.
3. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu.
4. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.
Standar V (Kebijaksanaan dan Prosedur)
Pengelola peayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan pembinaaan pegawai menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi operasional
1. Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disaahkan oleh pimpinan.
2. Ada prossedur personalia: penerimaan pegawai kontak kerja, hak dan kewajiban personalia.
3. Ada personalia pengajuan cuti pegawai, istirahat, sakit, dan lain-lain.
4. Ada prosedur pembinaan pegawai.
Standar VI (Pengembangan Staf dan Program Pendidikan)
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi operasional
1. Ada progrm pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.
2. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
3. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.
Standar VII (Standar Asuhan)
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberi pelayanan kepada pasien.
Definisi operasional
1. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam memberi pelayanan kebidanan
2. Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik.
3. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
4. Ada diagnosis kebidanan.
5. Ada rencana asuhan kebidanan
6. Ada dokumentasi tertulis tentang tindakan kebidanan.
7. Ada evaluasi dalam memberi asuhan kebidanan.
8. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
9. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
Standar VIII (Evaluasi dan Pengendalian Mutu)
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Definisi operasional
1. Ada program atau rencana terulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan
2. Ada program atau rencana terulis untuk melakukan penilaian terhadap standar pelayanan kebidanan
3. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan/pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.
4. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.
5. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan kebidanan.
B. KODE ETIK BIDAN
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang bertuntutan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
Kode etik bidan indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988. Petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada Kongres Nasional IBI XII tahun 1989. Sebagai pedoman dalam berprilaku kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan, dan pasal-pasalnya.
Secara umum, kode etik tersebut berisis 7 BAB. Bab-bab tersebut dapat dibedakan 7 bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat.
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.
7. Penutup.
Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban terhadap klien dan masyarakat
a. Setiap bidan senantiasa menjujung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinnya menjujung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai degan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien, dan menghormati nilai – nilai yang berlaku di masyarakat
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan bedasarkan kemampuan yang dimilikinya
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat masyarakat untuk meningkatkan derajt kesehatannya secara optimal.
2. Kewajiban tehadap tugas
a. Setiap bidan senantiasa memberi pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya bedasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
b. Setiap bidan berhak member pertolongan dan mempunyai wewenang dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi atau rujukan
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan atas keterangan yang dapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali jika dimintai oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawat maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesi
a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjujung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan member pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
b. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
a. Setiap bidan harus memelihara kesejahteraannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
b. Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangasa dan tanah air
a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa melaksanakan ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB, kesehatan keluarga dan masyarakat
b. Setiap bidan melaui profesinya berpatisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7. Penutup. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari –hari senantiasa menghayati dan mengamalkan kode etik bidan Indonesia.
C. STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
Standar asuhan kebidanan dapat dilihat dari ruang lingkup standar pelayanan kebidanan yang meliputi 25 standar dan dikelompokan sebagai standar pelayanan umum, standar pelayanan antenatal, standar pertolongan persalinan, standar pelayanan nifas, dan standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatus.
Standar Pelayanan Umum
Standar 1 (persiapan untuk kehidupan keluarga sehat)
Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.
Standar 2 (pencatatan dan pelaporan)
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya yaitu registrasi semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada masyarakat. Di samping itu, bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk mencatat ibu hamil dan meninjau upaya masyarkat yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir.
Standar Pelayanan Antenatal
Standar 3 (identifikasi ibu hamil)
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberi penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota keluarga agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dinji dan secara teratur.
Standar 4 (pemeriksaan dan pemantauan antenatal)
Bidan memberi sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal dan pemantauan ibu dan janin secara seksama untuk menilai apakah perkembngan janin berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan resiko tinggi atau kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, penyakit menular seksual (PMS) atau HIV. Bidan memberi pelyanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.mereka harus mencatat data yang tepat saat kunjungan. Jilka ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk indakan selanjutnya.
Standar 5 (palpasi abdomen)
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama dan melakukkan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan. Jika usia kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin, dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
Standar 6 (pengelolaan anemia pada kehamilan)
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Standar 7 (pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan)
Bidan menemukan secara dini setiap kenaiakan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala pre-eklampsia lainnya serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
Standar 8 (persiapan persalinan)
Bidan memberi saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluargnya pada trimester ke-3 untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik. Persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk jika terjadi keadaan kegawat-darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk persiapan persalinan.
Standar Pertolongan Persalinan
Standar 9 (asuhan saat persalinan)
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, ddengan memperhatikan kebutuhan klien selama proses persalinan berlangsung.
Standar 10 (persalinan yang aman)
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
Standar 11 (pengeluaran plsenta dan peregagan tali pusat)
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pegeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
Standar 12 (penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi)
Bidan mengenali secara tepat tanda – tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
Standar Pelayanan Nifas
Standar 13 (perawatan bayi baru lahir)
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan, mencegah hipoksia sekunder, menentukan kelainan dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermia.
Standar 14 (penanganan 2 jam pertama setlah melahirkan)
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam 2 jam setelah melahirkan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat proses pemulihan kesehatan ibu dan membantu ibu untuk memulai pemberian asi.
Standar 15 (pelayanan bagi ibu dan bayipada masa nifas)
Bidan memberikan pelayanan masa nifas melalui kunjungan rumah pada minggu ke-2 dan minggu ke-6 setelah persalinan, untuk membantu pemulihan ibu ddan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini, penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta membari penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perwatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi, dan KB.
Standar Penanganan Kegawat Obstetri dan Neonatus
Standar 16 (penanganan perdarahan pada kehamilan)
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Standar 17 (penanganan kegawatan pada eklamsia)
Bidan mengenali scara tepat tanda dan gejala eklamsia yang mengancam, serta merujuk atau member pertolongan pertama.
Standar 18 (penangan kegawatan pada partus lama atau macet)
Bidan mengenali secara tepat tanda gejala partus lama /macet serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat wakktu rujukannya.
Standar 19 (persalinann dengan forsep rendah)
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstrasi forsep rendah, menggunakan forsep dengan benar dan menolong persalinan secara aman bagi ibu dan bayinya.
Standar 20 (persalinan dengan menggunakan vakum ekstraktor)
Bidan mengenali kapan dilakukan ekstrasi vakum, melakukannya secara benar dalam memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan janin/bayi.
Standar 21 (penanganan retensio plasenta)
Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberika pertolongan pertama, termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan sesuai kebutuhan.
Standar 22 (penanganan perdarahan pasca partum primer)
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah persalinan (perdarahan pasca partum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama untuk mengendalikan perdarahan.
Standar 23 (penenganan perdarahan pascapartum sekunder)
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan pascapartum sekunder dan melakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan ibu dan/merujuknya.
Standar 24 (penanganan sepsis puerperium)
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperium, serta melakukan pertolongan pertama serta merujuknya.
Standar 25 (penanganan asfiksia)
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan member perawatan lanjutan.
D. REGISTRASI PRAKTIK BIDAN
Registrasi praktik bidan berpedoman pada permenkes No. 900/SK/VII/2002 yang terkandung dalam beberapa pasal diantaranya:
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelenggara pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada dinas kesehatan propinsi mengenai peserta didik yang baru luluis, selambat-lambatnya 1 bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada formulir terlampir.
Pasal 3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada kepala dinas kesehatan propinsi dimana institusi pendidikan berada guna mendapatkan SIB selambat-lambatnya 1 bulan setelah menerima ijasah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagai mana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi:
a. Fotokopi ijasah bidan;
b. Fotokopi nilai akademik;
c. Surat keterangan sehat dari dokter;
d. Pas foto ukuran 4x6 sebanyak 2 lembar.
(3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir 2 terlampir.
Pasal 4
(1) Kepala Dinas kesehatan propinsi atas nama mentri kesehatan melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal (3) untuk menerbitkan SIB.
(2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama menteri kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1 bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
(3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam formulir 3 terlampir.
Pasal 5
(1) Kepala Dinas Kesehatan propinsi harus membuat pembukuan regestrasi mengenai SIB yang telah diterbitkan.
(2) Kepala Dinas Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretariat Jendral c.q.
Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kehutanan dengan tembusan kepala organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan ditrbitkan delam buku registrasi nasional.
Pasal 6
(1) Bidan lulusan luarnegeri wajib melakukan addaptasi untuk melengkapi persyaratan mendapatkan SIB.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang telah terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3) Bidan yang telah yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan sesuai adaptasi oleh pimpinan sarana pendidikan.
(4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:
a. Fotokopi ijasah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jendral Pendidikan Tinggi.
b. Fotokopi transkip nilai akademik yang bersangkutan.
(6) Kepada Dinas Kesehatan Provinsi berdasarkan permohonan sebagai mana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi untuk melakukan adaptasi.
(7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalm pasal 3 dan pasal 4.
(8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam formulir IV terlampir.
Pasal 7
(1) SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk menerbitkan SIB.
(2) Pembahasan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan:
a. SIB yang telah habis masa berlakunya
b. Surat keterangan sehat dari dokter
c. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 lembar.
E. KEWENANGAN BIDAN KOMUNITAS
Wewenang bidan dalam memberi pelayanan di komunitas.
1. Meliputi pelayanan kepada wanita, pada masa pernikahan termasuk remaja putri, prahamil, kehamilan, persalinan, nifas, dan menyusui.
2. Pelayanan kesehatan pada anak, yaitu pada masa bayi, balita,dan anak prasekolah meliputi hal-hal berikut.
a. Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan.
b. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir.
c. Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif
d. Pemantauan tentang balita.
3. Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangn bidan antara lain sebagai berikut ,
a. Memberi imunisasi pada wanita usia subur termasuk remaja putrid, calon pengantin dan bayi
b. Memberi suntikan pada penyulit kehamilan, meliputi oktitosin sebagai pertolongan pertama sebelum dirujuk.
c. Melakukan tindakan amniotomi pada kala aktif dengan letak belakang kepala dan diyakini bayi dapat lahir per vagina.
d. KBI dan KBE untuk menyelamatkan jiwa ibu.
e. Ekstraksi vakum pada bayi denagan kepala didasar panggul.
f. Mencegah hipotermia pada bayi baru lahir
g. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
4. Memberi pelayanan KB
5. Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian
6. Kewajiban bidan dalam menjalankan kewenanganannya , seperti:
a. Meminta persetujuan yang akan dilakukan
b. Memberi informasi
c. Melakukan rekam medis
7. Pemberian uterotonika saat melakukan pertolongan persalinan
8. Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologi ringan
9. Penyediaan dan penyerahan obat-obatan
a. Bidan menyediakan obat maupun obat suntik sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan
b. Bidan diperkenankan menyerahkan obat kepada pasien sepanjang untuk keperluan darurat
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku 1: Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta:
DepartemenKesehatan
Musbir, Wastidar. 2003. Etika dan Kode Etik kebidanan. Jakarta: Pengurus Pusat
Ikatan Bidan Indonesia
Sofyan, Mustika. 2003. 50 Tahun IBI: Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia
Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC
Manajemen Terpadu Balita Sakit
A. Definisi
Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) adalah sot modul yang menjelaskan secara rinci cara menerapkan proses keterpaduan pelayanan dalam menangani balita sakit yang datang ke fasilitas rawat jalan. Keterpaduan pelayanan tidak hanya kuratif, tapi promotif dan preventif. Sekitar 70% kematian anak dibawah 5 tanhun disebabkan oleh pneumonia, diare, malaria, campak, dan malnutrisi. Di Indonesia, angka kematian bayi (AKB) 50/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian anak balita (AKABA) 64/1000 kelahiran hidup (Surkesnas, 2001).
Tabel 2.1 AKB dan AKABA di Indonesia (Surkesnas, 2001).
AKB AKABA
Gangguan Perinatal 34,7% Sistem Pernafasan 22,8 %
Sistem Pernafasan 27,6% Diare 13,2%
Diare 9,4% Sistem Saraf 11,8%
Sistem Pencernaan 4,2% Tifus 11,0%
Gejala tidak jelas 4,1% Sistem Pencernaan 5,9%
WHO/UNICEF pada tahun 1992 memperkenalkan konsep IMCI/MTBS yang meliputi pedoman pengobatan malaria, pedoman tata laksana ninfeksi saluran pernafasan akut (ISPA), pedoman penangnan diare, pedomanpenanganan demam berdarah dengue (DBD), dan lain-lain yang diterapkan melalui MTBS sehingga penatalaksanaannya lebih komprehensif dan efesien.
Proses manajemen kasus menguraikan cara penanganan anak skit mulai datang untuk berobat sampai konseling bagi ibu. Pelayanan selanjutnya, yaitu memberi pedoman untuk menentukan apakah anak yang sakit perlu dirujuk. Tiga unsur penunjang keberhasilan MTBS :
1. Membaiknya kemitraan antara fasilitas kesehatan dan masyarakat yang dilayani.
2. Meningkatnya perawatan, penyediaan pelayanan, dan informasi yang terjangkau dan memadai.
3. Promosi yang terintegrasi.
Proses manajemen kasus disusun dalam beberapa langkah sebagai berikut :
1. Menilai anak usia 2-5 bulan atau bayi muda usia 1 minggu sampai 2 bulan dan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Membuat klasifikasi kategori untuk melaksanakan tindakan.
3. Mengobati dengan memberikan resep, cara memberi obat dan tindakan lain yang perlu dilakuakn.
4. Memberi konseling bagi ibu.
5. Memberi pelayanan tidak lanjut.
Memilih bagan manajemen kasus harus tepat, yaitu setiap fasilitas kesehatan mempunyai prosedur penerimaan rawat jalan, gawat darurat/tindakan, KB/KIA atau imunisasiyang setiap fasilitas kesehatan mempunyai prosedur pendaftaran pasien. Jika belum ada tentukan dulu kelompok usia anak.
Bagan 2.1 Manajemen Khusus
B. Proses Manajemen Kasus Balita Sakit
1. Penilaian
Penilaian balita sakit usia 2-5 bulan
a. Tanda bahya umum (tidak dapat minum atau menyusu, memuntahkan isi semua lambung, kejang, latergi, atau tidak sadar). Pada umumnya, anak-anak yang mempunyai tanda bahaya tergolong kasus klasifikasi berat.
b. Pnemonia. Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli), sering kali disertai proses infeksi akut pada bronkus sehingga disebut pnemunia dan bronko-pnemonia. Klasifikasi pnemonia (MTBS).
1) anak 2-5 bulan:
- pnemonia berat
- pnemonia
- bukan pnemonia (batuk tanpa disertai peningkatan prekuensi pernafasan)
2) pnemonia yang berlangsung < 2 bulan
- infeksi yang serius
- infeksi bakteri lokal
3) pnemonia berat
- batuk
- sukar bernafas
- sesak
- tarikan ujung dada bagian bawah ke dalam
Faktor resiko yang meningkatkan insiden pnemonia
- usia <2 bulan
- laki-laki
- gizi kurang
- berat badan lebih rendah
- tidak mendapatkan asi yang memadai
- polusi udara
- kepadatan penduduk
- imunisasi tidak memadai
- devisiensi vitamin A
- pemberian makanan tambahan terlalu dini
- membedong anak
c. Diare. Klasifikasi diare meliputi tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan/sedang, dan dehidrasi berat. Etiologi diare meliputi infeksi(bakteri E.Colli ), virus(rata virus), parasit(amoeba), malabsorbsi, alergi, keracunana, defisiensi imun, atau sebab lain.
Tabel 2.2 Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian A B C
Lihat :
- keadaan umum
- mata
- air mata
- mulut dan lidah
- rasa haus
- baik, sadar
- normal
- ada
- basah
- Minum biasa, tidak haus
- gelisah, rewel
- cekung
- tidak ada
- sangat kering
- haus, ingin minum banyak
- lesu, lunglai/tidak sadar
- sangat cekung
- tidak ada
- sangat kering
- malas, tidak mau minum
Periksa turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Derajat dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan, jika ada 1 tanda tambahan atau lebih Dehidrasi berat, jika ada 1 tambahan atau lebih
Terapi Rencana A Rencana B Rencana C
Tabel 2.3 Tata Laksana Balita Sakit Umur 2 Bulan – 5 Tahun (Diare)
Bagan 2.2 Menentukan tindakan
Table 2.4 Tata laksana Balita Sakit Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun (Pneumonia)
Tata laksana balita sakit usia 2 bulan sampai 5 tahun (pneumonia)
Nama anak : Ramadhani
Berat badan : 10 kg
Tanyakan : Anak ibu sakit apa ? Sakit batuk
Kunjungan pertama ? √ Usia :
Suhu tubuh :
Kunjungan ulang ?
Penilaian
Penilaian (lingkari gejala yang ditemukan) Klasifikasi Tindakan
Memeriksa tanda bahaya umum:
- Tidak dapat minum atau menyusui
- emuntahkan semua isi lambung
- Letargi atau tidak sadar
- Kejang Ada tanda bahaya umum ?
Ya __ Tidak __
Ingat adanya tanda bahaya umum dalam mementukan klasifikasi Ingat untuk merujuk setiap anak yang mempunyai tanda bahaya umum
Apakah anak batuk Ya √ Tidak __ atau sukar bernapas
- Hitung napas dalam 1 menit, 44 kali/ menit napas cepat
- Sudah berapa lama, 4 hari
- Lihat adanya tarikan dinding dada
- Dengar adanya stridor
Table 2.5 Menentukan tindakan Tanpa Rujukan Segera
Klasifikasi Tindakan
Pneumonia Antibiotik yang tepat
Kapan harus kembali dan kapan harus kembali segera
Batuk (bukan pneumonia) Beritahu cara melegakan tenggorokan
Kapan harus kembali
Dehidrasi ringan/sedang Beri cairan oralit/rencana terapi B
ASI dan makanan/minuman yang lain tetap diberikan setelah 3 jam pengobatan oralit
Tanpa dehidrasi Rencana terapi A:
Beri cairan tambahan
Lanjutkan pemberian makanan
Kapan harus kembali
Diare persisten Pemberian makanan khusus
Disentri Beri antbiotik untuk shigella (60% kasus)
Atasi dehidrasi
Demam mungkin bukan malaria (risiko rendah malaria) Beri antipiretik (parasetamol)
Kembali jika panas tidak turun dalam 2 hari
Pengobatan lain sesuai penyebab
Demam (mungkin DBD) Beri oralit
Beri antipiretik (parasetamol)
Kapan harus kembali
Demam (mungkin bkan DBD) Beri antipiretik (parasetamol)
Segera kembali jika 2 hari masih tetap demam
Cari penyebab lain
Campak dengan komplikasi Berikan vitamin A
Table 2.6 Menentukan Tindakan Segera Pra-Rujukan
Klasifikasi Tindakan pra-rujukan
Pneumonia berat atau penyakit lainnya Beri dosis pertama antibiotic
Diare persisten berat Perubahan diet
Pemeriksaan laboratorium
Tangani dehidrasi
Penyakit berat dengan demam
Beri dosis pertama antibiotic
Antipiretik (parasetamol) jika suhu > 38,5 0C
Suntikan kinin/endemis malaria
Ambil sampel darah
Campak dengan komplikasi berat Beri dosis pertama antibiotic
Vitamin A
Salep mata untuk mata keruh atau nanah dari mata
Demam berdarah dengue (DBD) Tanda-tanda syok
Kendalikan kadar glukosa
Antipiretik (parasetamol) jika suhu > 38,5 0C
Mastoiditis Beri dosis pertama antibiotic
Dehidrasi berat Rencana terapi C
Kendalikan kadar glukosa
Antibiotik untuk kolera (edemis kolera)
Gizi buruk dan anemia Beri satu dosis vitamin A tanpa menghiraukan status pemberian vitamin A sebelumnya
Daftar tindakan segera pra-rujukan (cukup dosis pertama).
1. Beri antibiotic yang sesuai.
2. Beri kinin untuk malaria berat.
3. Beri vitamin A.
4. Mulai beri cairan IV untuk anak DBD dengan syok.
5. Lakukan tindakan untuk mencegah turunnya kadar gula darah.
6. Beri obat antimalaria oral.
7. Beri parasetamol untuk panas tinggi/nyeri akibat mastoiditis.
8. Beri salep mata tetrasiklin atau kloramfenikol.
9. Beri oralit sedikit demi sedikit dalam perjalanan ke rumah sakit.
Jika dibutuhkan rujukan anak.
1. Jelaskan pentingnya rujukan dan minta persetujuan.
2. Hilangkan kekhawatiran.
3. Tulis surat rujukan.
4. Beri peralatan dan instruksi yang diperlukan pada ibu/pengantar untuk merawat selama di perjalanan.
C. Tata Lakana Bayi Sakit (1-2 Minggu)
1. Menentukan Klasifikasi
Kondisi bayi harus ditetapkan klasifikasi gangguan yang dialaminya.
a. Infeksi bakteri : mungkin infeksi bakteri yang serius, dan infeksi bakteri local.
Penilaian kemungkinan infeksi bakteri.
1) Tanyakan apakah bayi kejang.
2) Hitung pernapasan dalam 1 menit.
3) Lihat tarikan dinding dada.
4) Lihat pernapasan cuping hidung.
5) Lihat dan raba ubun-ubun.
6) Lihat cairan nanah dari telinga.
7) Lihat pusar.
8) Ukur sushu badan (tinggi atau rendah).
9) Lihat adanya pustul di kulit.
10) Amatai keadaan umum (letargi atau tidak sadar).
11) Lihat gerakan bayi.
b. Diare: dehidrasi berat, dehidrasi ringan/sedang, tanpa dehidrasi, diare persisten berat, atau mungkin disentri/gangguan saluran cerna.
Table 2.7 Penilaian diare
Penilaian diare
Gejala Klasifikasi
Terdapat 2 atau lebih tanda:
- Letargi atau tidak sadar
- Mata cekung
- Cubitan kulit perut kembali sangat lambat Dehidrasi berat
Terdapat 2 atau lebih tanda:
- Letargi atau tidak sadar
- Mata cekung
- Cubitan kulit perut kembali lambat Dehidrasi ringan/sedang
Tidak cukup adanya tanda-tanda untuk di klasifikasikan sebagai dehidrasi. Tanpa dehidrasi
Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih Diare persisten berat
Ada darah dalam tinja Mungkin disentri atau gangguan saluran cerna
Jika bayi mengalami kesulitan minum, diberi ASI kurang dari 8 kali dalam 24 jam, diberi minuman atau makanan lain selain ASI, berat badan rendah menurut usia dan tidak ada indikasi untuk dirujuk segera ke rumah sakit, lakukan Penilaian Pemberian ASI.
1. Tanyakan apakah bayi telah diberi ASI beberapa jam sebelmunya.
2. Lihat cara pemberian ASI.
3. Apakah bayi dapat melekat dengan baik (posisi dagu, mulut, bibir, dan areola [4 tanda]).
4. Apakah bayi mengisap degan efektif.
5. Bersihkan hidung yang tersumbat
Table 2.8 Klasifikasi Masalah Pemberian Minum/ASI
Gejala Klasifikasi
Tidak dapat minum atau
Sama sekali tidak melekat pada payudara atau
Tidak dapat menghisap sama sekali
Melekak kurang baik atau
Menghisap kurang efektif atau
Pemberiann ASI kurang dari 8 kali dalam 24 jam
Mendapat makanan atau minuman lain selain ASI atau
Berat badan menurun usia rendah atau
Terdaat trush(luka atau bercaj di mulut)
Berat badan menurun usia rendah dan tidak ada tanda pemberian minum yang kurang adekuat Tidak dapat minum mungkin terdapat infeksi bakteri serius
Masalah pemberian minum atau berat badan rendah
Tidak ada massalah pemberian minum
2. Tindakan Pra-rujukan
Beberapa tindakan pra-rujukan meliputi :
a. Beri dosis pertama antibiotik intramuskular
b. Jika menderita infeksi lokal, beri dosis pertama antibiotik oral
c. Jaga agar bayi tetap hangat
d. Jaga agar gula darah tidak turun
Tabel 2.9 Pemberian Antobiotik Dosisi Pertama
Berat badan 1 kg 2 kg 3 kg 4 kg 5 kg
Gentamisin (vial 40mg/ml)
Penisilin (vial 600mg) 0,10 ml
0,15 ml 1,12 ml
0,33 ml 0,20 ml
0,50 ml 0,25 ml
0,66 ml 0,30 ml
0,75 ml
Jika rujukan tidak memungkinkan, beri penisilin prokain sekali sehari dan gentamisin tiap 12 jam sekali, diberikan selama 5 hari. Pemberiannya dengan spuit 1 ml. Antibiotik oral pilihan pertama adalah kontrimoksazol ( hindari pemakaian pada bayi kurang dari 1 bulan yang prematur atau kunung) dan pilihan kedua adalah amoksisilin.
Tabel 2.10 Pemberian Antibiotik Oral
Usia/BB Kontrimoksazol
(diberikan 2 kali sehari selama 5 hari) Amoksisilin
(diberi 3 kali sehari selama 5 hari)
Tablet dewasa Tablet anak Sirup 5 ml Sirup 125 mg/ml
< 4 minggu (< 3 kg)
4 mgg – 2 bulan (3-4 kg) 1/8
1/4 ½
1 1,25 ml
2,5 ml 1,25 ml
2,5 ml
3. Tindakan Lanjut
a. Pneumonia
Sesudah 2 hari munculnya gejala lakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya tanda bahaya umum, lakukan penilaian utuk batuk/sukar bernafas. Tanyakan apakah anak bernafas dengan lambat, apakah nafsu makan anak membaik. Jika ada tanda bahaya umum dan tarikan dinding dada, beri dosis pertama antibiotik pilihan kedua, kemudian rujuk dengan segera. Jika ferkuensi nafas atau nafsu makan tidak menunjukan perbaikan ganti dengan antibiotik pilihan kedua dan kembali 2 hari kemudian. Jika nafas melambat atau nafsu makan membaik, lanjutkan antibiotik sampai 5 hari.
b. Diare per sisten
Setelah 5 hari mulainya diare, jika belum berhenti lakukan penilaian ulang lengkap, beri pengobatan yang sesuai dan lakukan rujukan. Jika diare berhenti anjurkan pemberian makan yang sesuai degan usia anak.
c. Disentri
Setelah 2 hari munculnya gejala, tanyakan apakah diare berkurang, apakah jumlah darah dalam tinja berkurang, apakah nafsu makan anak membaik. Jika dehidrasi atasi dehidrasi. Jika diare jumlah tinja dan nafsu makan tetap/memburuk ganti dengan antibiotik pilihan untuk shigella, dan kembali 2 hari kemudian (keculai usia kurang dari 12 bulan dengan dehidrasi pada kunjungan pertama atau campak dalam 3 bulan terakhir harus dilakukan rujukan). Jika diare berkurang, jumlah darah berkurang dan nafsu makan membaik lanjutkan antibiotik hingga selesai.
d. Malaria
Malaria yang dimaksud disini adalah malaria yang terjadi di daerah resiko tinggi atau resiko rendah. Jika anak tetap demam sesudah 2 hari atau demem lgi dalam 14 hari, lakukan penilaian ulang lengkap terhadap gejala utama untuk mencari poenyebab lain dari demam. Tindakan dilkukan jika ada tanda bahaya umum atau kaku duduk, kondisi ini harus diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebab lain dari demam, berikan pengobatan yang sesuai.
Jika malaria merupakan satu 0- satunya penyebab demam periksa sedian darah yang sudah diambil sebelumnya. Jika hasilnya positif falsifarum atau aa infeksi campuran, beri antimalaria pilihan kedua. Jika tetap demem lakukan rujukan. Jika positif untuk vivak berikan klorokuin 3 hari + ¼ tablet primakuin/hari selama 5 hari. Jika negatif lakukan rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
e. Demam mungkin bukan malaria
Demam yang terjadi di daerah resiko rendah malaria. Jika tetap demam setelah 2 hari, lakukan penilaian ulang lengkap untuk gejala utama dan penyebab lain. Tindakan dilakukan jika ada tanda bahaya seperti kaku duduk, kondisi ini diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebab lain dari demam, beri pengobatan. Jika malaria merupakan satu – satunya penyebab demam, ambil sedian darah, beri obat antimalaria oral pilihan pertama tanpa menunggu hasil sedian darah, nasihatkan untuk kembali dalam 2 hari jika tetap demam. Jika anak tetap demam selama 7 hari, lakukan rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
f. Demam bukan malaria
Demem yang terjadi pada daerah tanpa resiko malaria dan tidak ada kunjungan ke daerah dengan resiko malaria. Jika tetap demem setelah 3 hari lakukan penilaian ulkang lengkap terhadap gejala utama untuk mencari penyebab lain. Tindakan dilakukanjika ada tanda umum atau kaku duduk, kondisi ini diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebab lain dari demam berikan pengobatan sesuai lasifikasi. Jika anak tetap demam selama 7 hari, lakukan rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jika tidak diketahui penyebab dememnya anjurkan untuk kembali dalam 2 hari. Jika tetap demam pastikan bahw anak mendapat tambahan cairan dan mau makan.
g. Campak dengan komplikasi mata atau mulut
Sesudah 2 hari munculnya gejala, perhatikan apakah matanya merah dan ada nanah keluar dari mata? Apakah ada luka di mulut? Bagaimana bau mulut? Pengobatan infeksi mata diberikan jika mata masih bernanah. Jika pemberian obat sudah benar lakukan rujukan tetapi jika salah ajari cara yang benar. Jika mata tidak bernanah dan tidak merah hentikan pengobatan. Pengobatan luka dimulut diberika jika gejala memburuk dan tercium bau busuk. Jika demikian lakukan rujukan. Jika mulut tetap atau makin membaik lakukan pengobatan dengan gentian violet 0,25 % sampai 5 hari.
h. Demam munkin DBD dan bukan DBD
Jika tetap demem setelah 2 hari munculnya gejala lakukan penilaian ulang lengkap untuk mencari penyebab lain. Tindakan dilakukan jika ada tanda umum atau kaku duduk kondisi ini diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebab lain berikan pengobatan yang sesuai. Jika ada tanda – tanda DBD kondisi ini diperlakukan sebagai DBD. Jika tetap demem selama 1 minggu lakukan rujukan.
i. Masalah pemberian makan
Setelah 5 hari munculyan masalah lakukan penilaian tentang cara pemberian makan. Nasihat ibu tentang masalah dalam pemberian makanan yang masih ada atau baru dijumpai. Jika ada perubahan yang mendasar minta untuk kunjungan ulang. Jika berat badan menurut usia sangat rendah minta kembali setelah 4 minggu untu evaluasi BB.
j. Masalah pemberian minum
Setelah 2 hari munculyan masalah lakukan penilaian tentang cara pemberian minum.beritahu ibu tentang masalah cara pemberian minum. Jika berat badan rendah menurut usia minta ibu melakukan kunjungan ulang setelah 14 hari untuk evaluasi. Jika berat badan tidak rendah lagi minta untuk kmbali 14 hari kemudian untuk imunisasi dan lanjutkan evaluasi sampai BB bertambah lagi. Tindakan juga dilakukan jika tidak yakin akan ada perubahan minum atau berat badan terus turun.
k. Anemia
Setelah 4 minggu munculnya gejala beri zat besi untuk 4 minggu berikunya dan beritahu untuk kembali 4 minggu kemudian. Jika dalam 8 minggu masih pucat rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jika telapak tangan sudah tidak pucat dalam 8 minggu tidak perlu pengobatan tambahan.
l. Infeksi bakteri lokal
Setelah 2 hari munculnya gejala perhatikan tali pusat bayi apakah merah atau keluar nanah? Apakah kemerahan meluas? Apakah pustula makin banyak atau parah? Tindakan dilakukan jika ada nanah atau kemerahan menetap atau bertambah parah, jika demikian lakukan rujukan. Jika nanah dan kemerahan membaik lanjutkan antibiotik sampai 5 hari.
m. Luka atau bercak di mulut
Setelah 2 hari gejala trush ini muncul lakukan penilaian terhadap luka di mulut bayi. Jika bertambah parah atau bayi bermasalah dengan menyusui lakukan rujukan. Jika luika menetap atau membaik dan bayi mau menyusui dengan baik lanjutkan dengan gentian violet 0,25 % sampai 5 hari.
KARTU CATATAN KUNJUNGAN
Tanggal: 27/06/97 Suhu: 39o Berat Badan:5,5 Kg
MALARIA: BATUK BUKAN PNEUMONIA BGM
Pengobatan: kloroquin, kunjungan: 5 hari, 4 minggu, 2 hari jika tetap demam
Pemberian makan: ASI 1 kali malam hari, susu formula dalam botol pagi hari siang: sop + bubut beras, malam: sop + kentang dihaluskan dengan kacang – kacangan.
Diberi nasihat untuk mengganti susu botol pagi hari dengan ASI sebelum ibu berangkat kerja. Beri bubur nasi antara pukul 9 – 10 pagi.
Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) adalah sot modul yang menjelaskan secara rinci cara menerapkan proses keterpaduan pelayanan dalam menangani balita sakit yang datang ke fasilitas rawat jalan. Keterpaduan pelayanan tidak hanya kuratif, tapi promotif dan preventif. Sekitar 70% kematian anak dibawah 5 tanhun disebabkan oleh pneumonia, diare, malaria, campak, dan malnutrisi. Di Indonesia, angka kematian bayi (AKB) 50/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian anak balita (AKABA) 64/1000 kelahiran hidup (Surkesnas, 2001).
Tabel 2.1 AKB dan AKABA di Indonesia (Surkesnas, 2001).
AKB AKABA
Gangguan Perinatal 34,7% Sistem Pernafasan 22,8 %
Sistem Pernafasan 27,6% Diare 13,2%
Diare 9,4% Sistem Saraf 11,8%
Sistem Pencernaan 4,2% Tifus 11,0%
Gejala tidak jelas 4,1% Sistem Pencernaan 5,9%
WHO/UNICEF pada tahun 1992 memperkenalkan konsep IMCI/MTBS yang meliputi pedoman pengobatan malaria, pedoman tata laksana ninfeksi saluran pernafasan akut (ISPA), pedoman penangnan diare, pedomanpenanganan demam berdarah dengue (DBD), dan lain-lain yang diterapkan melalui MTBS sehingga penatalaksanaannya lebih komprehensif dan efesien.
Proses manajemen kasus menguraikan cara penanganan anak skit mulai datang untuk berobat sampai konseling bagi ibu. Pelayanan selanjutnya, yaitu memberi pedoman untuk menentukan apakah anak yang sakit perlu dirujuk. Tiga unsur penunjang keberhasilan MTBS :
1. Membaiknya kemitraan antara fasilitas kesehatan dan masyarakat yang dilayani.
2. Meningkatnya perawatan, penyediaan pelayanan, dan informasi yang terjangkau dan memadai.
3. Promosi yang terintegrasi.
Proses manajemen kasus disusun dalam beberapa langkah sebagai berikut :
1. Menilai anak usia 2-5 bulan atau bayi muda usia 1 minggu sampai 2 bulan dan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Membuat klasifikasi kategori untuk melaksanakan tindakan.
3. Mengobati dengan memberikan resep, cara memberi obat dan tindakan lain yang perlu dilakuakn.
4. Memberi konseling bagi ibu.
5. Memberi pelayanan tidak lanjut.
Memilih bagan manajemen kasus harus tepat, yaitu setiap fasilitas kesehatan mempunyai prosedur penerimaan rawat jalan, gawat darurat/tindakan, KB/KIA atau imunisasiyang setiap fasilitas kesehatan mempunyai prosedur pendaftaran pasien. Jika belum ada tentukan dulu kelompok usia anak.
Bagan 2.1 Manajemen Khusus
B. Proses Manajemen Kasus Balita Sakit
1. Penilaian
Penilaian balita sakit usia 2-5 bulan
a. Tanda bahya umum (tidak dapat minum atau menyusu, memuntahkan isi semua lambung, kejang, latergi, atau tidak sadar). Pada umumnya, anak-anak yang mempunyai tanda bahaya tergolong kasus klasifikasi berat.
b. Pnemonia. Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli), sering kali disertai proses infeksi akut pada bronkus sehingga disebut pnemunia dan bronko-pnemonia. Klasifikasi pnemonia (MTBS).
1) anak 2-5 bulan:
- pnemonia berat
- pnemonia
- bukan pnemonia (batuk tanpa disertai peningkatan prekuensi pernafasan)
2) pnemonia yang berlangsung < 2 bulan
- infeksi yang serius
- infeksi bakteri lokal
3) pnemonia berat
- batuk
- sukar bernafas
- sesak
- tarikan ujung dada bagian bawah ke dalam
Faktor resiko yang meningkatkan insiden pnemonia
- usia <2 bulan
- laki-laki
- gizi kurang
- berat badan lebih rendah
- tidak mendapatkan asi yang memadai
- polusi udara
- kepadatan penduduk
- imunisasi tidak memadai
- devisiensi vitamin A
- pemberian makanan tambahan terlalu dini
- membedong anak
c. Diare. Klasifikasi diare meliputi tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan/sedang, dan dehidrasi berat. Etiologi diare meliputi infeksi(bakteri E.Colli ), virus(rata virus), parasit(amoeba), malabsorbsi, alergi, keracunana, defisiensi imun, atau sebab lain.
Tabel 2.2 Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian A B C
Lihat :
- keadaan umum
- mata
- air mata
- mulut dan lidah
- rasa haus
- baik, sadar
- normal
- ada
- basah
- Minum biasa, tidak haus
- gelisah, rewel
- cekung
- tidak ada
- sangat kering
- haus, ingin minum banyak
- lesu, lunglai/tidak sadar
- sangat cekung
- tidak ada
- sangat kering
- malas, tidak mau minum
Periksa turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Derajat dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan, jika ada 1 tanda tambahan atau lebih Dehidrasi berat, jika ada 1 tambahan atau lebih
Terapi Rencana A Rencana B Rencana C
Tabel 2.3 Tata Laksana Balita Sakit Umur 2 Bulan – 5 Tahun (Diare)
Bagan 2.2 Menentukan tindakan
Table 2.4 Tata laksana Balita Sakit Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun (Pneumonia)
Tata laksana balita sakit usia 2 bulan sampai 5 tahun (pneumonia)
Nama anak : Ramadhani
Berat badan : 10 kg
Tanyakan : Anak ibu sakit apa ? Sakit batuk
Kunjungan pertama ? √ Usia :
Suhu tubuh :
Kunjungan ulang ?
Penilaian
Penilaian (lingkari gejala yang ditemukan) Klasifikasi Tindakan
Memeriksa tanda bahaya umum:
- Tidak dapat minum atau menyusui
- emuntahkan semua isi lambung
- Letargi atau tidak sadar
- Kejang Ada tanda bahaya umum ?
Ya __ Tidak __
Ingat adanya tanda bahaya umum dalam mementukan klasifikasi Ingat untuk merujuk setiap anak yang mempunyai tanda bahaya umum
Apakah anak batuk Ya √ Tidak __ atau sukar bernapas
- Hitung napas dalam 1 menit, 44 kali/ menit napas cepat
- Sudah berapa lama, 4 hari
- Lihat adanya tarikan dinding dada
- Dengar adanya stridor
Table 2.5 Menentukan tindakan Tanpa Rujukan Segera
Klasifikasi Tindakan
Pneumonia Antibiotik yang tepat
Kapan harus kembali dan kapan harus kembali segera
Batuk (bukan pneumonia) Beritahu cara melegakan tenggorokan
Kapan harus kembali
Dehidrasi ringan/sedang Beri cairan oralit/rencana terapi B
ASI dan makanan/minuman yang lain tetap diberikan setelah 3 jam pengobatan oralit
Tanpa dehidrasi Rencana terapi A:
Beri cairan tambahan
Lanjutkan pemberian makanan
Kapan harus kembali
Diare persisten Pemberian makanan khusus
Disentri Beri antbiotik untuk shigella (60% kasus)
Atasi dehidrasi
Demam mungkin bukan malaria (risiko rendah malaria) Beri antipiretik (parasetamol)
Kembali jika panas tidak turun dalam 2 hari
Pengobatan lain sesuai penyebab
Demam (mungkin DBD) Beri oralit
Beri antipiretik (parasetamol)
Kapan harus kembali
Demam (mungkin bkan DBD) Beri antipiretik (parasetamol)
Segera kembali jika 2 hari masih tetap demam
Cari penyebab lain
Campak dengan komplikasi Berikan vitamin A
Table 2.6 Menentukan Tindakan Segera Pra-Rujukan
Klasifikasi Tindakan pra-rujukan
Pneumonia berat atau penyakit lainnya Beri dosis pertama antibiotic
Diare persisten berat Perubahan diet
Pemeriksaan laboratorium
Tangani dehidrasi
Penyakit berat dengan demam
Beri dosis pertama antibiotic
Antipiretik (parasetamol) jika suhu > 38,5 0C
Suntikan kinin/endemis malaria
Ambil sampel darah
Campak dengan komplikasi berat Beri dosis pertama antibiotic
Vitamin A
Salep mata untuk mata keruh atau nanah dari mata
Demam berdarah dengue (DBD) Tanda-tanda syok
Kendalikan kadar glukosa
Antipiretik (parasetamol) jika suhu > 38,5 0C
Mastoiditis Beri dosis pertama antibiotic
Dehidrasi berat Rencana terapi C
Kendalikan kadar glukosa
Antibiotik untuk kolera (edemis kolera)
Gizi buruk dan anemia Beri satu dosis vitamin A tanpa menghiraukan status pemberian vitamin A sebelumnya
Daftar tindakan segera pra-rujukan (cukup dosis pertama).
1. Beri antibiotic yang sesuai.
2. Beri kinin untuk malaria berat.
3. Beri vitamin A.
4. Mulai beri cairan IV untuk anak DBD dengan syok.
5. Lakukan tindakan untuk mencegah turunnya kadar gula darah.
6. Beri obat antimalaria oral.
7. Beri parasetamol untuk panas tinggi/nyeri akibat mastoiditis.
8. Beri salep mata tetrasiklin atau kloramfenikol.
9. Beri oralit sedikit demi sedikit dalam perjalanan ke rumah sakit.
Jika dibutuhkan rujukan anak.
1. Jelaskan pentingnya rujukan dan minta persetujuan.
2. Hilangkan kekhawatiran.
3. Tulis surat rujukan.
4. Beri peralatan dan instruksi yang diperlukan pada ibu/pengantar untuk merawat selama di perjalanan.
C. Tata Lakana Bayi Sakit (1-2 Minggu)
1. Menentukan Klasifikasi
Kondisi bayi harus ditetapkan klasifikasi gangguan yang dialaminya.
a. Infeksi bakteri : mungkin infeksi bakteri yang serius, dan infeksi bakteri local.
Penilaian kemungkinan infeksi bakteri.
1) Tanyakan apakah bayi kejang.
2) Hitung pernapasan dalam 1 menit.
3) Lihat tarikan dinding dada.
4) Lihat pernapasan cuping hidung.
5) Lihat dan raba ubun-ubun.
6) Lihat cairan nanah dari telinga.
7) Lihat pusar.
8) Ukur sushu badan (tinggi atau rendah).
9) Lihat adanya pustul di kulit.
10) Amatai keadaan umum (letargi atau tidak sadar).
11) Lihat gerakan bayi.
b. Diare: dehidrasi berat, dehidrasi ringan/sedang, tanpa dehidrasi, diare persisten berat, atau mungkin disentri/gangguan saluran cerna.
Table 2.7 Penilaian diare
Penilaian diare
Gejala Klasifikasi
Terdapat 2 atau lebih tanda:
- Letargi atau tidak sadar
- Mata cekung
- Cubitan kulit perut kembali sangat lambat Dehidrasi berat
Terdapat 2 atau lebih tanda:
- Letargi atau tidak sadar
- Mata cekung
- Cubitan kulit perut kembali lambat Dehidrasi ringan/sedang
Tidak cukup adanya tanda-tanda untuk di klasifikasikan sebagai dehidrasi. Tanpa dehidrasi
Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih Diare persisten berat
Ada darah dalam tinja Mungkin disentri atau gangguan saluran cerna
Jika bayi mengalami kesulitan minum, diberi ASI kurang dari 8 kali dalam 24 jam, diberi minuman atau makanan lain selain ASI, berat badan rendah menurut usia dan tidak ada indikasi untuk dirujuk segera ke rumah sakit, lakukan Penilaian Pemberian ASI.
1. Tanyakan apakah bayi telah diberi ASI beberapa jam sebelmunya.
2. Lihat cara pemberian ASI.
3. Apakah bayi dapat melekat dengan baik (posisi dagu, mulut, bibir, dan areola [4 tanda]).
4. Apakah bayi mengisap degan efektif.
5. Bersihkan hidung yang tersumbat
Table 2.8 Klasifikasi Masalah Pemberian Minum/ASI
Gejala Klasifikasi
Tidak dapat minum atau
Sama sekali tidak melekat pada payudara atau
Tidak dapat menghisap sama sekali
Melekak kurang baik atau
Menghisap kurang efektif atau
Pemberiann ASI kurang dari 8 kali dalam 24 jam
Mendapat makanan atau minuman lain selain ASI atau
Berat badan menurun usia rendah atau
Terdaat trush(luka atau bercaj di mulut)
Berat badan menurun usia rendah dan tidak ada tanda pemberian minum yang kurang adekuat Tidak dapat minum mungkin terdapat infeksi bakteri serius
Masalah pemberian minum atau berat badan rendah
Tidak ada massalah pemberian minum
2. Tindakan Pra-rujukan
Beberapa tindakan pra-rujukan meliputi :
a. Beri dosis pertama antibiotik intramuskular
b. Jika menderita infeksi lokal, beri dosis pertama antibiotik oral
c. Jaga agar bayi tetap hangat
d. Jaga agar gula darah tidak turun
Tabel 2.9 Pemberian Antobiotik Dosisi Pertama
Berat badan 1 kg 2 kg 3 kg 4 kg 5 kg
Gentamisin (vial 40mg/ml)
Penisilin (vial 600mg) 0,10 ml
0,15 ml 1,12 ml
0,33 ml 0,20 ml
0,50 ml 0,25 ml
0,66 ml 0,30 ml
0,75 ml
Jika rujukan tidak memungkinkan, beri penisilin prokain sekali sehari dan gentamisin tiap 12 jam sekali, diberikan selama 5 hari. Pemberiannya dengan spuit 1 ml. Antibiotik oral pilihan pertama adalah kontrimoksazol ( hindari pemakaian pada bayi kurang dari 1 bulan yang prematur atau kunung) dan pilihan kedua adalah amoksisilin.
Tabel 2.10 Pemberian Antibiotik Oral
Usia/BB Kontrimoksazol
(diberikan 2 kali sehari selama 5 hari) Amoksisilin
(diberi 3 kali sehari selama 5 hari)
Tablet dewasa Tablet anak Sirup 5 ml Sirup 125 mg/ml
< 4 minggu (< 3 kg)
4 mgg – 2 bulan (3-4 kg) 1/8
1/4 ½
1 1,25 ml
2,5 ml 1,25 ml
2,5 ml
3. Tindakan Lanjut
a. Pneumonia
Sesudah 2 hari munculnya gejala lakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya tanda bahaya umum, lakukan penilaian utuk batuk/sukar bernafas. Tanyakan apakah anak bernafas dengan lambat, apakah nafsu makan anak membaik. Jika ada tanda bahaya umum dan tarikan dinding dada, beri dosis pertama antibiotik pilihan kedua, kemudian rujuk dengan segera. Jika ferkuensi nafas atau nafsu makan tidak menunjukan perbaikan ganti dengan antibiotik pilihan kedua dan kembali 2 hari kemudian. Jika nafas melambat atau nafsu makan membaik, lanjutkan antibiotik sampai 5 hari.
b. Diare per sisten
Setelah 5 hari mulainya diare, jika belum berhenti lakukan penilaian ulang lengkap, beri pengobatan yang sesuai dan lakukan rujukan. Jika diare berhenti anjurkan pemberian makan yang sesuai degan usia anak.
c. Disentri
Setelah 2 hari munculnya gejala, tanyakan apakah diare berkurang, apakah jumlah darah dalam tinja berkurang, apakah nafsu makan anak membaik. Jika dehidrasi atasi dehidrasi. Jika diare jumlah tinja dan nafsu makan tetap/memburuk ganti dengan antibiotik pilihan untuk shigella, dan kembali 2 hari kemudian (keculai usia kurang dari 12 bulan dengan dehidrasi pada kunjungan pertama atau campak dalam 3 bulan terakhir harus dilakukan rujukan). Jika diare berkurang, jumlah darah berkurang dan nafsu makan membaik lanjutkan antibiotik hingga selesai.
d. Malaria
Malaria yang dimaksud disini adalah malaria yang terjadi di daerah resiko tinggi atau resiko rendah. Jika anak tetap demam sesudah 2 hari atau demem lgi dalam 14 hari, lakukan penilaian ulang lengkap terhadap gejala utama untuk mencari poenyebab lain dari demam. Tindakan dilkukan jika ada tanda bahaya umum atau kaku duduk, kondisi ini harus diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebab lain dari demam, berikan pengobatan yang sesuai.
Jika malaria merupakan satu 0- satunya penyebab demam periksa sedian darah yang sudah diambil sebelumnya. Jika hasilnya positif falsifarum atau aa infeksi campuran, beri antimalaria pilihan kedua. Jika tetap demem lakukan rujukan. Jika positif untuk vivak berikan klorokuin 3 hari + ¼ tablet primakuin/hari selama 5 hari. Jika negatif lakukan rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
e. Demam mungkin bukan malaria
Demam yang terjadi di daerah resiko rendah malaria. Jika tetap demam setelah 2 hari, lakukan penilaian ulang lengkap untuk gejala utama dan penyebab lain. Tindakan dilakukan jika ada tanda bahaya seperti kaku duduk, kondisi ini diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebab lain dari demam, beri pengobatan. Jika malaria merupakan satu – satunya penyebab demam, ambil sedian darah, beri obat antimalaria oral pilihan pertama tanpa menunggu hasil sedian darah, nasihatkan untuk kembali dalam 2 hari jika tetap demam. Jika anak tetap demam selama 7 hari, lakukan rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
f. Demam bukan malaria
Demem yang terjadi pada daerah tanpa resiko malaria dan tidak ada kunjungan ke daerah dengan resiko malaria. Jika tetap demem setelah 3 hari lakukan penilaian ulkang lengkap terhadap gejala utama untuk mencari penyebab lain. Tindakan dilakukanjika ada tanda umum atau kaku duduk, kondisi ini diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebab lain dari demam berikan pengobatan sesuai lasifikasi. Jika anak tetap demam selama 7 hari, lakukan rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jika tidak diketahui penyebab dememnya anjurkan untuk kembali dalam 2 hari. Jika tetap demam pastikan bahw anak mendapat tambahan cairan dan mau makan.
g. Campak dengan komplikasi mata atau mulut
Sesudah 2 hari munculnya gejala, perhatikan apakah matanya merah dan ada nanah keluar dari mata? Apakah ada luka di mulut? Bagaimana bau mulut? Pengobatan infeksi mata diberikan jika mata masih bernanah. Jika pemberian obat sudah benar lakukan rujukan tetapi jika salah ajari cara yang benar. Jika mata tidak bernanah dan tidak merah hentikan pengobatan. Pengobatan luka dimulut diberika jika gejala memburuk dan tercium bau busuk. Jika demikian lakukan rujukan. Jika mulut tetap atau makin membaik lakukan pengobatan dengan gentian violet 0,25 % sampai 5 hari.
h. Demam munkin DBD dan bukan DBD
Jika tetap demem setelah 2 hari munculnya gejala lakukan penilaian ulang lengkap untuk mencari penyebab lain. Tindakan dilakukan jika ada tanda umum atau kaku duduk kondisi ini diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebab lain berikan pengobatan yang sesuai. Jika ada tanda – tanda DBD kondisi ini diperlakukan sebagai DBD. Jika tetap demem selama 1 minggu lakukan rujukan.
i. Masalah pemberian makan
Setelah 5 hari munculyan masalah lakukan penilaian tentang cara pemberian makan. Nasihat ibu tentang masalah dalam pemberian makanan yang masih ada atau baru dijumpai. Jika ada perubahan yang mendasar minta untuk kunjungan ulang. Jika berat badan menurut usia sangat rendah minta kembali setelah 4 minggu untu evaluasi BB.
j. Masalah pemberian minum
Setelah 2 hari munculyan masalah lakukan penilaian tentang cara pemberian minum.beritahu ibu tentang masalah cara pemberian minum. Jika berat badan rendah menurut usia minta ibu melakukan kunjungan ulang setelah 14 hari untuk evaluasi. Jika berat badan tidak rendah lagi minta untuk kmbali 14 hari kemudian untuk imunisasi dan lanjutkan evaluasi sampai BB bertambah lagi. Tindakan juga dilakukan jika tidak yakin akan ada perubahan minum atau berat badan terus turun.
k. Anemia
Setelah 4 minggu munculnya gejala beri zat besi untuk 4 minggu berikunya dan beritahu untuk kembali 4 minggu kemudian. Jika dalam 8 minggu masih pucat rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jika telapak tangan sudah tidak pucat dalam 8 minggu tidak perlu pengobatan tambahan.
l. Infeksi bakteri lokal
Setelah 2 hari munculnya gejala perhatikan tali pusat bayi apakah merah atau keluar nanah? Apakah kemerahan meluas? Apakah pustula makin banyak atau parah? Tindakan dilakukan jika ada nanah atau kemerahan menetap atau bertambah parah, jika demikian lakukan rujukan. Jika nanah dan kemerahan membaik lanjutkan antibiotik sampai 5 hari.
m. Luka atau bercak di mulut
Setelah 2 hari gejala trush ini muncul lakukan penilaian terhadap luka di mulut bayi. Jika bertambah parah atau bayi bermasalah dengan menyusui lakukan rujukan. Jika luika menetap atau membaik dan bayi mau menyusui dengan baik lanjutkan dengan gentian violet 0,25 % sampai 5 hari.
KARTU CATATAN KUNJUNGAN
Tanggal: 27/06/97 Suhu: 39o Berat Badan:5,5 Kg
MALARIA: BATUK BUKAN PNEUMONIA BGM
Pengobatan: kloroquin, kunjungan: 5 hari, 4 minggu, 2 hari jika tetap demam
Pemberian makan: ASI 1 kali malam hari, susu formula dalam botol pagi hari siang: sop + bubut beras, malam: sop + kentang dihaluskan dengan kacang – kacangan.
Diberi nasihat untuk mengganti susu botol pagi hari dengan ASI sebelum ibu berangkat kerja. Beri bubur nasi antara pukul 9 – 10 pagi.
Hipospadia
A. Pengertian
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
B. Klasifikasi Hipospadia
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/meatus :
1. Tipe Sederhana/Tipe Anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus teletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan scrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umunya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan scrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
C. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
D. Patofisiologi
Gambar 2.2 Hipospadia dan penis normal
1. Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero.
2. Hipospadia dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skrotum.
3. Hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada lubang frenum, sedang lubang frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya meatus urinarius ditandai pada glans penis sebagai celah buntu.
E. Gejala Hipospadia
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
2. Penis melengkung ke bawah
3. Penis tampak seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis
4. Jika berkemih, anak harus duduk
5. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus
6. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis
7. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glands penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar
8. Kulit penis bagian bawah sangat tipis
9. Tunika Dartos, Fasia Buch dan Korpus Spongiosum tidak ada.
10. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glands penis
11. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok
12. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum)
13. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
F. Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir. Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.
Diagnosis bias juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.
G. Penatalaksanaan
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu “spesial”, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok agar urin tidak “mbleber” ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :
1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok.
Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2. Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Variasi teknik yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap :
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glands penis. Dilakukan pada usia 1 ½-2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan prepusium bagian dorsal dan kulit penis.
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glands, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit prepusium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadia jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya prepusium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadia.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat oleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.
H. Komplikasi
1. Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis flap, dan edema.
2. Komplikasi lanjut
a. Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari pasca operasi
b. Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama
c. Fistula uretrocutaneus, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5 – 10%
d. Adanya rambut dalam uretra yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas
e. Striktur uretra, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis
f. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut
g. Residual chordee / rekuren chordee, akibat dari rilis chordee yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
B. Klasifikasi Hipospadia
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/meatus :
1. Tipe Sederhana/Tipe Anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus teletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan scrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umunya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan scrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
C. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
D. Patofisiologi
Gambar 2.2 Hipospadia dan penis normal
1. Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero.
2. Hipospadia dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skrotum.
3. Hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada lubang frenum, sedang lubang frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya meatus urinarius ditandai pada glans penis sebagai celah buntu.
E. Gejala Hipospadia
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
2. Penis melengkung ke bawah
3. Penis tampak seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis
4. Jika berkemih, anak harus duduk
5. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus
6. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis
7. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glands penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar
8. Kulit penis bagian bawah sangat tipis
9. Tunika Dartos, Fasia Buch dan Korpus Spongiosum tidak ada.
10. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glands penis
11. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok
12. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum)
13. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
F. Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir. Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.
Diagnosis bias juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.
G. Penatalaksanaan
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu “spesial”, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok agar urin tidak “mbleber” ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :
1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok.
Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2. Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Variasi teknik yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap :
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glands penis. Dilakukan pada usia 1 ½-2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan prepusium bagian dorsal dan kulit penis.
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glands, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit prepusium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadia jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya prepusium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadia.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat oleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.
H. Komplikasi
1. Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis flap, dan edema.
2. Komplikasi lanjut
a. Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari pasca operasi
b. Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama
c. Fistula uretrocutaneus, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5 – 10%
d. Adanya rambut dalam uretra yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas
e. Striktur uretra, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis
f. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut
g. Residual chordee / rekuren chordee, akibat dari rilis chordee yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
siklus haid
A. Pengertian Haid
Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG , 2005: 103).
Menstruasi adalah penumpahan lapisan uterus yang terjadi setiap bulan berupa darah dan jaringan, yang dimulai pada masa pubertas, ketika seorang perempuan mulai memproduksi cukup hormon tertentu (‘kurir’ kimiawi yang dibawa didalam aliran darah) yang menyebabkan mulainya aliran darah ini (Robert P. Masland dan David Estridge, 2004: 51).
Menstruasi adalah puncak dari serangkaian perubahan yang terjadi karena adanya serangkaian interaksi antara beberapa kelenjer didalam tubuh (Virnye Winiastri,dkk, 2002: 19).
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Haid
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya haid antara lain :
1. Faktor hormone
Hormon-hormon yang mempengaruhi terjadinya haid pada seorang wanita yaitu:
a FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang dikeluarkan oleh Hipofise
b Estrogen yang dihasilkan oleh ovarium
c LH (Luteinizing Hormone) dihasilkan oleh Hipofise
d Progesteron dihasilkan oleh ovarium
2. Faktor Enzim
Enzim hidrolitik yang terdapat dalam endometrium merusak sel yang berperan dalam sintesa protein, yang mengganggu metabolisme sehingga mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.
3. Faktor Vascular
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteria-arteria, vena-vena dan hubungan antaranya. Dengan regresi endometrium timbul statis dalm vena-vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom, baik dari arteri maupun dari vena.
4. Faktor Prostaglandin
Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi myometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid.
C. Siklus Haid
Siklus haid merupakan waktu sejak hari pertama haid sampai datangnya haid periode berikutnya. Sedangkan panjang siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya (Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG ,2005:103).
Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan ± 1 hari.
Dalam satu siklus terjadi perubahan pada dinding rahim sebagai akibat dari produksi hormon-hormon oleh ovarium, yaitu dinding rahim makin menebal sebagai persiapan jika terjadi kehamilan.
Siklus haid perempuan normal berkisar antara 21-35 hari dan hanya 10-15 persen perempuan yang memiliki siklus haid 28 hari. Panjangnya siklus haid ini dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata-rata panjang siklus haid gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, pada perempuan usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada perempuan usia 55 tahun 51,9 hari.
Lama haid biasanya antara 3 – 5 hari, ada yang 1 – 2 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian ada yang 7 – 8 hari. Jumlah darah yang keluar rata-rata + 16 cc, pada wanita yang lebih tua darah yang keluar lebih banyak begitu juga dengan wanita yang anemi. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik.
Siklus haid perempuan tidak selalu sama setiap bulannya. Perbedaan siklus ini ditentukan oleh beberapa faktor, misalnya gizi, stres, dan usia. Pada masa remaja biasanya memang mempunyai siklus yang belum teratur, bisa maju atau mundur beberapa hari. Pada masa remaja, hormon-hormon seksualnya belum stabil. Semakin dewasa biasanya siklus haid menjadi lebih teratur, walaupun tetap saja bisa maju atau mundur karena faktor stres atau kelelahan.
Setiap bulan, setelah hari ke-5 dari siklus menstruasi, endometrium mulai tumbuh dan menebal sebagai persiapan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan. Sekitar hari ke-14, terjadi pelepasan telur dari ovarium (ovulasi). Sel telur ini masuk ke dalam salah satu tuba falopii dan di dalam tuba bisa terjadi pembuahan oleh sperma. Jika terjadi pembuahan, sel telur akan masuk kedalam rahim dan mulai tumbuh menjadi janin.
Pada sekitar hari ke-28, jika tidak terjadi pembuahan maka endometrium akan dilepaskan dan terjadi perdarahan (siklus menstruasi). Siklus ini berlangsung selama 3 – 5 hari kadang sampai 7 hari. Proses pertumbuhan dan penebalan endometrium kemudian dimulai lagi pada siklus berikutnya.
Siklus ovarium terbagi menjadi 3 fase:
1. Fase Folikuler
Dimulai dari hari hari 1 sampai sesaat sebelum kadar LH meningkat dan terjadi pelepasan sel telur (ovulasi). Dinamakan fase folikuler karena pada saat ini terjadi pertumbuhan folikel di dalam ovarium. Pada pertengahan fase folikuler, kadar fsh sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar 3 – 30 folikel yang masing-masing mengandung 1 sel telur, tetapi hanya 1 folikel yang terus tumbuh, yang lainnya hancur. Pada suatu siklus, sebagian endometrium dilepaskan sebagai respon terhadap penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan paling atas dan lapisan tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan menghasilkan sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah dilepaskan. Perdarahan menstruasi berlangsung selama 3 – 7 hari, rata-rata selama 5 hari. Darah yang hilang sebanyak 28 -283 gram. Darah menstruasi biasanya tidak membeku kecuali jika perdarahannya sangat hebat.
2. Fase Ovulasi
Fase ini dimulai ketika kadar LH meningkat dan pada fase ini dilepaskan sel telur. Sel telur biasanya dilepaskan dalam waktu 16 – 32 jam setelah terjadi peningkatan kadar LH. Folikel yang matang akan menonjol dari permukaan ovarium, akhirnya pecah dan melepaskan sel telur. Pada saat ovulasi ini beberapa wanita merasakan nyeri tumpul pada perut bagian bawahnya, nyeri ini dikenal sebagai mittelschmerz, yang berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam.
3. Fase Lutuel
Fase ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari. Setelah melepaskan telurnya, folikel yang pecah kembali menutup dan membentuk korpus luteum yang menghasilkan sebagian besar progesteron. Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit meningkat selama fase lutuel dan tetap tinggi sampai siklus yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan hancur dan siklus yang baru akan dimulai, kecuali jika terjadi pembuahan. Jika telur dibuahi, korpus luteum mulai menghasilkan HCG (hormone chorionic gonadotropin). Hormon ini memelihara korpus luteum yang menghasilkan progesterone sampai janin bisa menghasilkan hormonnya sendiri. Tes kehamilan didasarkan kepada adanya peningkatan kadar HCG.
Siklus endometrium terbagi menjadi 4 fase:
1. Stadium Menstruasi atau Desquamasi
Pada masa ini endometrium dicampakkan dari dinding rahim disertai dengan perdarahan, hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut dengan stratum basale. Stadium ini berlangsung selama 4 hari. Jadi, dengan haid itu keluar darah, potongan-potongan endometrium dan lendir dari servix.
Darah itu tidak membeku karena ada fermen yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan-potongan mucosa. Hanya kalau banyak darah keluar maka fermen tersebut tidak mencukupi hingga timbul bekuan-bekuan darah dalam darah haid. Banyaknya perdarahan selama haid normal adalah ± 50 cc.
2. Stadium Post menstruum atau Stadium Regenerasi
Luka yang terjadi karena endometrium dilepaskan, berangsur-angsur ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang terjadi dari sel epitel kelenjer-kelenjer endometrium. Pada saat ini tebalnya endometrium ± 0,5 mm, stadium ini sudah mulai waktu stadium menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.
3. Stadium Intermenstruum atau Stadium Proliferasi
Pada masa ini endometrium tumbuh menjadi tebal ± 3,5 mm. Kelenjar-kelenjar tumbuhnya lebih cepat dari jaringan lain hingga berkelok. Stadium proliferasi berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari hari pertama haid. Fase Proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu:
a Fase Proliferasi Dini (early proliferation phase)
Berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar.
b Fase Proliferasi Madya (mid proliferation phase)
Berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk torak dan tinggi. Tampak adanya banyak mitosis dengan inti berbentuk telanjang (nake nukleus).
c Fase Proliferasi Akhir (late proliferation)
Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stoma bertumbuh aktif dan padat.
4. Stadium Praemenstruum atau Stadium Sekresi
Pada stadium ini endometrium kira-kira tetap tebalnya tapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang dan berliku dan mengeluarkan getah. Dalam endometrium sudah tertimbun glycogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur. Memang maksud dari perubahan ini tidak lain dari pada mempersiapkan endometrium untuk menerima telur.
Pada endometrium sudah dapat dibedakan lapisan atas yang padat (stratum compactum) yang hanya ditembus oleh saluran-saluran keluar dari kelenjar-kelenjar, lapisan mampung (stratum spongiosum), yang banyak lubang-lubangnya karena disini terdapat rongga dari kelenjar-kelenjar dan lapisan bawah yang disebut stratum basale.
Stadium sekresi ini berlangsung dari hari ke-14 sampai 28. Kalau tidak terjadi kehamilan maka endometrium dilepaskan dengan perdarahan dan berulang lagi siklus menstruasi.
a Fase Sekresi Dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena kehilangan cairan, tebalnya ± 4 – 5 mm. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa lapisan, yaitu :
1) Stratum Basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.
2) Stratum Spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spons. Ini disebabkan oleh banyak kelenjar yang melebar dan berkeluk keluk dan hanya sedikit stroma di antaranya.
3) Stratum Kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret dan stromanya edema.
b. Fase Sekresi Lanjut
Endometrium dalam fase ini tebalnya 5 – 6 mm. Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini , dengan endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan.
D. Gangguan Haid
Gangguan haid dan siklusnya, khususnya dalam masa reproduksi, dapat digolongkan kedalam:
1. Kelainan dalam Banyaknya Darah dan Lamanya Perdarahan pada Haid
a Hipermenorea atau Menoragia
Hipermenorea adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Jadwal siklus tetap, tetapi kelainan terletak pada jumlah perdarahan lebih banyak dan dapat disertai gumpalan darah.
Penyebab:
1) Hipoplasia uteri, dapat mengakibatkan amenorea, hipomenorea, menoragia. Terapi: uterotonika
2) Asthenia, terjadi karena tonus otot kurang. Terapi: uterotonika, roborantia.
3) Myoma uteri, disebabkan oleh: kontraksi otot rahim kurang, cavum uteri luas, bendungan pembuluh darah balik.
4) Hipertensi
5) Dekompensio cordis
6) Infeksi, misalnya: endometritis, salpingitis.
7) Retofleksi uteri, dikarenakan bendungan pembuluh darah balik.
8) Penyakit darah, misalnya Werlhoff, hemofili
Tindakan Bidan:
1) Memberikan anti perdarahan seperti ergometrin tablet/injeksi;
2) KIEM untuk pemeriksaan selanjutnya;
3) Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.
b Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa. Adanya hipomenorea tidak mengganggu fertilitas.
Penyebab:
Hipomenorea disebabkan oleh karena kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal.
Tindakan Bidan:
1) Menenangkan penderita
2) Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.
2. Kelainan Siklus
a Polimenorea
Pada polimenorea siklus haid lebih pendek dari biasa ( kurang dari 21 hari). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa. Hal yang terakhir ini diberi nama polimenoragia atau epimenoragia.
Penyebab:
1) Gangguan hormonal dengan umur korpus luteum memendek sehingga siklus menstruasi juga lebih pendek
2) Stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi pendek atau karena keduanya.
Terapi:
Stadium proliferasi dapat diperpanjang dengan hormon estrogen dan stadium sekresi menggunakan hormon kombinasi estrogen dan progesteron.
b Oligomenorea
Di sini siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Apabila panjangnya siklus lebih dari 3 bulan, hal itu sudah mulai dinamakan amenorea. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang.
Oligomenorea dan Amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama, perbedannya terletak tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulator dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasa.
Penyebab:
1) Perpanjangan stadium folikuller;
2) perpanjangan stadium luteal;
3) kedua stadium menjadi panjang;
4) pengaruh psikis;
5) pengaruh penyakit: TBC
Terapi:
Oligomenorea yang disebabkan ovulatoar tidak memerlukan terapi, sedangkan bila mendekati amenorea diusahakan dengan ovulasi.
c Amenorea
Klasifikasi
1) Amenorea Primer, apabila belum pernah datang haid sampai umur 18 tahun. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan congenital dan kelainan-kelainan genetic.
2) Amenorea Sekunder, apabila berhenti haid setelah menarche atau pernah mengalami haid tetapi berhenti berturut-turut selama 3 bulan. Adanya amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dalam kehamilan, dalam masa laktasi maupun dalam masa menopause
Terapi:
Terapi pada amenorea, tergantung dengan etiologinya. Secara umum dapat diberikan hormon-hormon yang merangsang ovulasi, iradiasi dari ovarium dan pengembalian keadaan umum, menyeimbangkan antara kerja-rekreasi dan istirahat.
3. Perdarahan di Luar Haid
a Metroragia
Adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungannya dengan haid.
Klasifikasi
1) Metroragia oleh karena adanya kehamilan; seperti abortus, kehamilan ektopik.
2) Metroragia diluar kehamilan.
Penyebab:
1) Metroragia diluar kehamilan dapat disebabkan oleh luka yang tidak sembuh; carcinoma corpus uteri, carcinoma cervicitis; peradangan dari haemorrhagis (seperti kolpitis haemorrhagia, endometritis haemorrhagia); hormonal.
2) Perdarahan fungsional:
a) Perdarahan Anovulatoar; disebabkan oleh psikis, neurogen, hypofiser, ovarial (tumor atau ovarium yang polikistik) dan kelainan gizi, metabolik, penyakit akut maupun kronis.
b) Perdarahan Ovulatoar; akibat korpus luteum persisten, kelainan pelepasan endometrium, hipertensi, kelainan darah dan penyakit akut ataupun kronis.
Terapi:
Kuretase dan hormonal.
4. Gangguan Lain yang Ada Hubungan dengan Haid
a Premenstrual Tension (Ketegangan Prahaid)
Premenstrual tension merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilang sesudah haid datang, walaupun kadang berlangsung terus sampai haid berhenti.
Gejala klinik:
Gangguan emosional; gelisah, susah tidur; perut kembung, mual muntah; payudara tegang dan sakit; terkadang merasa tertekan
Etiologi:
Etiologi premenstrual tension tidak jelas, akan tetapi mungkin satu faktor yang memegang peranan ialah ketidakseimbangan antara estrigen dan prgesteron dengan akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan dan kadang-kadang edema.
Terapi:
Olahraga, perubahan diet (tanpa garam, kopi dan alkohol); mengurangi stress; konsumsi antidepressan bila perlu; Untuk mengurangi retensi natrium dan cairan, maka selama 7-10 hari sebelum haid pemakaian garam dibatasi dan minum sehari-hari agak dikurangi. Pemberian obat deuretik (Hidrokhlorotiazide 50 mg per hari ) untuk kurang lebih 5 hari dapat brmanfaat. Progesteron sinetik dalam dosis kecil dapat diberikan selama 8-10 hari sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif dari estrogen. Pemberian testosteron dalam bentuk methiltestosteron 5 mg sebagai tablet isap dapat diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen; hormon androgen jangan diberikan lebih dari 7 hari dalam satu siklus. menekan fungsi ovulasi dengan kontrasepsi oral, progestin; konsultasi dengan tenaga ahli, KIEM untuk pemeriksaan lebih lanjut.
b. Mastodinial atau Mastalgia
Gejala:
Rasa nyeri dan pembesaran mammae sebelum haid.
Penyebab:
Disebabkan oleh dominasi hormon estrogen, sehingga terjadi retensi air dan garam yang disertai hiperemia didaerah payudara.
Terapi:
Biasanya terdiri atas pemberian diuretikum, sedang pada mastalgia keras kadang-kadang perlu diberikan metiltestosteron 5 mg sehair secara sublingual. Bromokriptine dalam dosis kecil dapat membantu pengurangan penderitaan.
b Mittelschmerz (Rasa Nyeri pada Ovulasi)
Adalah rasa sakit yang timbul pada wanita saat ovulasi, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari di pertengahan siklus menstruasi. Hal ini terjadi karena pecahnya folikel Graff. Lamanya bisa beberapa jam bahkan sampai 2-3 hari. Terkadang Mittelschmerz diikuti oleh perdarahan yang berasal dari proses ovulasi dengan gejala klinis seperti kehamilan ektopik yang pecah.
Diagnosis:
Dibuat berdasarkan saat terjadinya peristiwa dan bahwa nyerinya tidak mengejang, tidak menjalar, dan tidak disertai mual dan muntah.
Penanganan:
Umumnya terdiri atas penerangan pada wanita yang bersangkutan.
c Dismenorea
Klasifikasi:
1) Dismenorea Primer (dismenore sejati, intrinsik, esensial ataupun fungsional); adalah nyeri haid yang terjadi sejak menarche dan tidak terdapat kelainan pada alat kandungan.
Penyebab:
Psikis; (konstitusionil: anemia, kelelahan, TBC); (obstetric : cervic sempit, hyperanteflexio, retroflexio); endokrin (peningkatan kadar prostalandin, hormon steroid seks, kadar vasopresin tinggi).
Gejala:
Nyeri haid dari bagian perut menjalar ke daerah pinggang dan paha, terkadang disertai dengan mual dan muntah, diare, sakit kepala dan emosi labil.
Terapi:
Psikoterapi, analgetika, hormonal.
2) Dismenorea Sekunder; terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak mengalami dismenore. Hal ini terjadi pada kasus infeksi, mioma submucosa, polip corpus uteri, endometriosis, retroflexio uteri fixata, gynatresi, stenosis kanalis servikalis, adanya AKDR, tumor ovarium.
Terapi:
Causal (mencari dan menghilangkan penyebabnya).
Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG , 2005: 103).
Menstruasi adalah penumpahan lapisan uterus yang terjadi setiap bulan berupa darah dan jaringan, yang dimulai pada masa pubertas, ketika seorang perempuan mulai memproduksi cukup hormon tertentu (‘kurir’ kimiawi yang dibawa didalam aliran darah) yang menyebabkan mulainya aliran darah ini (Robert P. Masland dan David Estridge, 2004: 51).
Menstruasi adalah puncak dari serangkaian perubahan yang terjadi karena adanya serangkaian interaksi antara beberapa kelenjer didalam tubuh (Virnye Winiastri,dkk, 2002: 19).
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Haid
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya haid antara lain :
1. Faktor hormone
Hormon-hormon yang mempengaruhi terjadinya haid pada seorang wanita yaitu:
a FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang dikeluarkan oleh Hipofise
b Estrogen yang dihasilkan oleh ovarium
c LH (Luteinizing Hormone) dihasilkan oleh Hipofise
d Progesteron dihasilkan oleh ovarium
2. Faktor Enzim
Enzim hidrolitik yang terdapat dalam endometrium merusak sel yang berperan dalam sintesa protein, yang mengganggu metabolisme sehingga mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.
3. Faktor Vascular
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteria-arteria, vena-vena dan hubungan antaranya. Dengan regresi endometrium timbul statis dalm vena-vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom, baik dari arteri maupun dari vena.
4. Faktor Prostaglandin
Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi myometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid.
C. Siklus Haid
Siklus haid merupakan waktu sejak hari pertama haid sampai datangnya haid periode berikutnya. Sedangkan panjang siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya (Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG ,2005:103).
Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan ± 1 hari.
Dalam satu siklus terjadi perubahan pada dinding rahim sebagai akibat dari produksi hormon-hormon oleh ovarium, yaitu dinding rahim makin menebal sebagai persiapan jika terjadi kehamilan.
Siklus haid perempuan normal berkisar antara 21-35 hari dan hanya 10-15 persen perempuan yang memiliki siklus haid 28 hari. Panjangnya siklus haid ini dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata-rata panjang siklus haid gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, pada perempuan usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada perempuan usia 55 tahun 51,9 hari.
Lama haid biasanya antara 3 – 5 hari, ada yang 1 – 2 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian ada yang 7 – 8 hari. Jumlah darah yang keluar rata-rata + 16 cc, pada wanita yang lebih tua darah yang keluar lebih banyak begitu juga dengan wanita yang anemi. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik.
Siklus haid perempuan tidak selalu sama setiap bulannya. Perbedaan siklus ini ditentukan oleh beberapa faktor, misalnya gizi, stres, dan usia. Pada masa remaja biasanya memang mempunyai siklus yang belum teratur, bisa maju atau mundur beberapa hari. Pada masa remaja, hormon-hormon seksualnya belum stabil. Semakin dewasa biasanya siklus haid menjadi lebih teratur, walaupun tetap saja bisa maju atau mundur karena faktor stres atau kelelahan.
Setiap bulan, setelah hari ke-5 dari siklus menstruasi, endometrium mulai tumbuh dan menebal sebagai persiapan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan. Sekitar hari ke-14, terjadi pelepasan telur dari ovarium (ovulasi). Sel telur ini masuk ke dalam salah satu tuba falopii dan di dalam tuba bisa terjadi pembuahan oleh sperma. Jika terjadi pembuahan, sel telur akan masuk kedalam rahim dan mulai tumbuh menjadi janin.
Pada sekitar hari ke-28, jika tidak terjadi pembuahan maka endometrium akan dilepaskan dan terjadi perdarahan (siklus menstruasi). Siklus ini berlangsung selama 3 – 5 hari kadang sampai 7 hari. Proses pertumbuhan dan penebalan endometrium kemudian dimulai lagi pada siklus berikutnya.
Siklus ovarium terbagi menjadi 3 fase:
1. Fase Folikuler
Dimulai dari hari hari 1 sampai sesaat sebelum kadar LH meningkat dan terjadi pelepasan sel telur (ovulasi). Dinamakan fase folikuler karena pada saat ini terjadi pertumbuhan folikel di dalam ovarium. Pada pertengahan fase folikuler, kadar fsh sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar 3 – 30 folikel yang masing-masing mengandung 1 sel telur, tetapi hanya 1 folikel yang terus tumbuh, yang lainnya hancur. Pada suatu siklus, sebagian endometrium dilepaskan sebagai respon terhadap penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan paling atas dan lapisan tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan menghasilkan sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah dilepaskan. Perdarahan menstruasi berlangsung selama 3 – 7 hari, rata-rata selama 5 hari. Darah yang hilang sebanyak 28 -283 gram. Darah menstruasi biasanya tidak membeku kecuali jika perdarahannya sangat hebat.
2. Fase Ovulasi
Fase ini dimulai ketika kadar LH meningkat dan pada fase ini dilepaskan sel telur. Sel telur biasanya dilepaskan dalam waktu 16 – 32 jam setelah terjadi peningkatan kadar LH. Folikel yang matang akan menonjol dari permukaan ovarium, akhirnya pecah dan melepaskan sel telur. Pada saat ovulasi ini beberapa wanita merasakan nyeri tumpul pada perut bagian bawahnya, nyeri ini dikenal sebagai mittelschmerz, yang berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam.
3. Fase Lutuel
Fase ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari. Setelah melepaskan telurnya, folikel yang pecah kembali menutup dan membentuk korpus luteum yang menghasilkan sebagian besar progesteron. Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit meningkat selama fase lutuel dan tetap tinggi sampai siklus yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan hancur dan siklus yang baru akan dimulai, kecuali jika terjadi pembuahan. Jika telur dibuahi, korpus luteum mulai menghasilkan HCG (hormone chorionic gonadotropin). Hormon ini memelihara korpus luteum yang menghasilkan progesterone sampai janin bisa menghasilkan hormonnya sendiri. Tes kehamilan didasarkan kepada adanya peningkatan kadar HCG.
Siklus endometrium terbagi menjadi 4 fase:
1. Stadium Menstruasi atau Desquamasi
Pada masa ini endometrium dicampakkan dari dinding rahim disertai dengan perdarahan, hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut dengan stratum basale. Stadium ini berlangsung selama 4 hari. Jadi, dengan haid itu keluar darah, potongan-potongan endometrium dan lendir dari servix.
Darah itu tidak membeku karena ada fermen yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan-potongan mucosa. Hanya kalau banyak darah keluar maka fermen tersebut tidak mencukupi hingga timbul bekuan-bekuan darah dalam darah haid. Banyaknya perdarahan selama haid normal adalah ± 50 cc.
2. Stadium Post menstruum atau Stadium Regenerasi
Luka yang terjadi karena endometrium dilepaskan, berangsur-angsur ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang terjadi dari sel epitel kelenjer-kelenjer endometrium. Pada saat ini tebalnya endometrium ± 0,5 mm, stadium ini sudah mulai waktu stadium menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.
3. Stadium Intermenstruum atau Stadium Proliferasi
Pada masa ini endometrium tumbuh menjadi tebal ± 3,5 mm. Kelenjar-kelenjar tumbuhnya lebih cepat dari jaringan lain hingga berkelok. Stadium proliferasi berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari hari pertama haid. Fase Proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu:
a Fase Proliferasi Dini (early proliferation phase)
Berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar.
b Fase Proliferasi Madya (mid proliferation phase)
Berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk torak dan tinggi. Tampak adanya banyak mitosis dengan inti berbentuk telanjang (nake nukleus).
c Fase Proliferasi Akhir (late proliferation)
Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stoma bertumbuh aktif dan padat.
4. Stadium Praemenstruum atau Stadium Sekresi
Pada stadium ini endometrium kira-kira tetap tebalnya tapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang dan berliku dan mengeluarkan getah. Dalam endometrium sudah tertimbun glycogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur. Memang maksud dari perubahan ini tidak lain dari pada mempersiapkan endometrium untuk menerima telur.
Pada endometrium sudah dapat dibedakan lapisan atas yang padat (stratum compactum) yang hanya ditembus oleh saluran-saluran keluar dari kelenjar-kelenjar, lapisan mampung (stratum spongiosum), yang banyak lubang-lubangnya karena disini terdapat rongga dari kelenjar-kelenjar dan lapisan bawah yang disebut stratum basale.
Stadium sekresi ini berlangsung dari hari ke-14 sampai 28. Kalau tidak terjadi kehamilan maka endometrium dilepaskan dengan perdarahan dan berulang lagi siklus menstruasi.
a Fase Sekresi Dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena kehilangan cairan, tebalnya ± 4 – 5 mm. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa lapisan, yaitu :
1) Stratum Basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.
2) Stratum Spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spons. Ini disebabkan oleh banyak kelenjar yang melebar dan berkeluk keluk dan hanya sedikit stroma di antaranya.
3) Stratum Kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret dan stromanya edema.
b. Fase Sekresi Lanjut
Endometrium dalam fase ini tebalnya 5 – 6 mm. Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini , dengan endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan.
D. Gangguan Haid
Gangguan haid dan siklusnya, khususnya dalam masa reproduksi, dapat digolongkan kedalam:
1. Kelainan dalam Banyaknya Darah dan Lamanya Perdarahan pada Haid
a Hipermenorea atau Menoragia
Hipermenorea adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Jadwal siklus tetap, tetapi kelainan terletak pada jumlah perdarahan lebih banyak dan dapat disertai gumpalan darah.
Penyebab:
1) Hipoplasia uteri, dapat mengakibatkan amenorea, hipomenorea, menoragia. Terapi: uterotonika
2) Asthenia, terjadi karena tonus otot kurang. Terapi: uterotonika, roborantia.
3) Myoma uteri, disebabkan oleh: kontraksi otot rahim kurang, cavum uteri luas, bendungan pembuluh darah balik.
4) Hipertensi
5) Dekompensio cordis
6) Infeksi, misalnya: endometritis, salpingitis.
7) Retofleksi uteri, dikarenakan bendungan pembuluh darah balik.
8) Penyakit darah, misalnya Werlhoff, hemofili
Tindakan Bidan:
1) Memberikan anti perdarahan seperti ergometrin tablet/injeksi;
2) KIEM untuk pemeriksaan selanjutnya;
3) Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.
b Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa. Adanya hipomenorea tidak mengganggu fertilitas.
Penyebab:
Hipomenorea disebabkan oleh karena kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal.
Tindakan Bidan:
1) Menenangkan penderita
2) Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.
2. Kelainan Siklus
a Polimenorea
Pada polimenorea siklus haid lebih pendek dari biasa ( kurang dari 21 hari). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa. Hal yang terakhir ini diberi nama polimenoragia atau epimenoragia.
Penyebab:
1) Gangguan hormonal dengan umur korpus luteum memendek sehingga siklus menstruasi juga lebih pendek
2) Stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi pendek atau karena keduanya.
Terapi:
Stadium proliferasi dapat diperpanjang dengan hormon estrogen dan stadium sekresi menggunakan hormon kombinasi estrogen dan progesteron.
b Oligomenorea
Di sini siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Apabila panjangnya siklus lebih dari 3 bulan, hal itu sudah mulai dinamakan amenorea. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang.
Oligomenorea dan Amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama, perbedannya terletak tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulator dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasa.
Penyebab:
1) Perpanjangan stadium folikuller;
2) perpanjangan stadium luteal;
3) kedua stadium menjadi panjang;
4) pengaruh psikis;
5) pengaruh penyakit: TBC
Terapi:
Oligomenorea yang disebabkan ovulatoar tidak memerlukan terapi, sedangkan bila mendekati amenorea diusahakan dengan ovulasi.
c Amenorea
Klasifikasi
1) Amenorea Primer, apabila belum pernah datang haid sampai umur 18 tahun. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan congenital dan kelainan-kelainan genetic.
2) Amenorea Sekunder, apabila berhenti haid setelah menarche atau pernah mengalami haid tetapi berhenti berturut-turut selama 3 bulan. Adanya amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dalam kehamilan, dalam masa laktasi maupun dalam masa menopause
Terapi:
Terapi pada amenorea, tergantung dengan etiologinya. Secara umum dapat diberikan hormon-hormon yang merangsang ovulasi, iradiasi dari ovarium dan pengembalian keadaan umum, menyeimbangkan antara kerja-rekreasi dan istirahat.
3. Perdarahan di Luar Haid
a Metroragia
Adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungannya dengan haid.
Klasifikasi
1) Metroragia oleh karena adanya kehamilan; seperti abortus, kehamilan ektopik.
2) Metroragia diluar kehamilan.
Penyebab:
1) Metroragia diluar kehamilan dapat disebabkan oleh luka yang tidak sembuh; carcinoma corpus uteri, carcinoma cervicitis; peradangan dari haemorrhagis (seperti kolpitis haemorrhagia, endometritis haemorrhagia); hormonal.
2) Perdarahan fungsional:
a) Perdarahan Anovulatoar; disebabkan oleh psikis, neurogen, hypofiser, ovarial (tumor atau ovarium yang polikistik) dan kelainan gizi, metabolik, penyakit akut maupun kronis.
b) Perdarahan Ovulatoar; akibat korpus luteum persisten, kelainan pelepasan endometrium, hipertensi, kelainan darah dan penyakit akut ataupun kronis.
Terapi:
Kuretase dan hormonal.
4. Gangguan Lain yang Ada Hubungan dengan Haid
a Premenstrual Tension (Ketegangan Prahaid)
Premenstrual tension merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilang sesudah haid datang, walaupun kadang berlangsung terus sampai haid berhenti.
Gejala klinik:
Gangguan emosional; gelisah, susah tidur; perut kembung, mual muntah; payudara tegang dan sakit; terkadang merasa tertekan
Etiologi:
Etiologi premenstrual tension tidak jelas, akan tetapi mungkin satu faktor yang memegang peranan ialah ketidakseimbangan antara estrigen dan prgesteron dengan akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan dan kadang-kadang edema.
Terapi:
Olahraga, perubahan diet (tanpa garam, kopi dan alkohol); mengurangi stress; konsumsi antidepressan bila perlu; Untuk mengurangi retensi natrium dan cairan, maka selama 7-10 hari sebelum haid pemakaian garam dibatasi dan minum sehari-hari agak dikurangi. Pemberian obat deuretik (Hidrokhlorotiazide 50 mg per hari ) untuk kurang lebih 5 hari dapat brmanfaat. Progesteron sinetik dalam dosis kecil dapat diberikan selama 8-10 hari sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif dari estrogen. Pemberian testosteron dalam bentuk methiltestosteron 5 mg sebagai tablet isap dapat diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen; hormon androgen jangan diberikan lebih dari 7 hari dalam satu siklus. menekan fungsi ovulasi dengan kontrasepsi oral, progestin; konsultasi dengan tenaga ahli, KIEM untuk pemeriksaan lebih lanjut.
b. Mastodinial atau Mastalgia
Gejala:
Rasa nyeri dan pembesaran mammae sebelum haid.
Penyebab:
Disebabkan oleh dominasi hormon estrogen, sehingga terjadi retensi air dan garam yang disertai hiperemia didaerah payudara.
Terapi:
Biasanya terdiri atas pemberian diuretikum, sedang pada mastalgia keras kadang-kadang perlu diberikan metiltestosteron 5 mg sehair secara sublingual. Bromokriptine dalam dosis kecil dapat membantu pengurangan penderitaan.
b Mittelschmerz (Rasa Nyeri pada Ovulasi)
Adalah rasa sakit yang timbul pada wanita saat ovulasi, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari di pertengahan siklus menstruasi. Hal ini terjadi karena pecahnya folikel Graff. Lamanya bisa beberapa jam bahkan sampai 2-3 hari. Terkadang Mittelschmerz diikuti oleh perdarahan yang berasal dari proses ovulasi dengan gejala klinis seperti kehamilan ektopik yang pecah.
Diagnosis:
Dibuat berdasarkan saat terjadinya peristiwa dan bahwa nyerinya tidak mengejang, tidak menjalar, dan tidak disertai mual dan muntah.
Penanganan:
Umumnya terdiri atas penerangan pada wanita yang bersangkutan.
c Dismenorea
Klasifikasi:
1) Dismenorea Primer (dismenore sejati, intrinsik, esensial ataupun fungsional); adalah nyeri haid yang terjadi sejak menarche dan tidak terdapat kelainan pada alat kandungan.
Penyebab:
Psikis; (konstitusionil: anemia, kelelahan, TBC); (obstetric : cervic sempit, hyperanteflexio, retroflexio); endokrin (peningkatan kadar prostalandin, hormon steroid seks, kadar vasopresin tinggi).
Gejala:
Nyeri haid dari bagian perut menjalar ke daerah pinggang dan paha, terkadang disertai dengan mual dan muntah, diare, sakit kepala dan emosi labil.
Terapi:
Psikoterapi, analgetika, hormonal.
2) Dismenorea Sekunder; terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak mengalami dismenore. Hal ini terjadi pada kasus infeksi, mioma submucosa, polip corpus uteri, endometriosis, retroflexio uteri fixata, gynatresi, stenosis kanalis servikalis, adanya AKDR, tumor ovarium.
Terapi:
Causal (mencari dan menghilangkan penyebabnya).
ASBID bendungan ASI
ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU POST PARTUM 2 HARI DENGAN BENDUNGAN ASI
DI BPS HJ. RUSMAWATI MARTAPURA
Kelas A
Semester IV
Disusun oleh Kelompok 3:
Anisa Maulida 032401SO8004
Darliana 032401SO8014
Dewi Rahayu CN 032401SO8016
Dewi Wahyunita 032401SO8017
Elis Setiawati 032401SO8029
Elya Hayati 032401SO8030
Farida Yuliani 032401SO8036
Hawariah 032401SO8041
Henny Apriliani 032401SO8045
Heny Novarita 032401SO8046
Masmudah Ambarsari 032401SO8074
AKADEMI KEBIDANAN MARTAPURA
YAYASAN KORPRI KABUPATEN BANJAR
2010
LANDASAN TEORI
BENDUNGAN ASI
A. Pengertian
Pembendungan ASI menurut Pritchar (1999) adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu (Buku Obstetri Williams). Pada versi lain bendungan air susu diartikan sebagai pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2005:700).
Kepenuhan fisiologis menurut Rustam (1998) adalah sejak hari ketiga sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa penuh tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang menjadi bendungan. Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena limpatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dengan alveoli meingkat. Payudara menjadi bengkak, merah dan mengkilap.
Jadi dapat diambil kesimpulan perbedaan kepenuhan fisiologis maupun bendungan ASI pada payudara adalah:
- Pada kepenuhan fisiologis: payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat mengkilap. ASI biasanya mengalir dengan lancar dengan kadang-kadang menetes keluar secara spontan.
- Pada bendungan ASI: payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit menghisap ASI sampai bengkak berkurang.
B. Gejala [Prawirohardjo (2005)]
- Payudara terlihat bengkak
- Payudara terasa keras
- Payudara terasa panas
- Terdapat nyeri tekan pada payudara
C. Penyebab
1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna
Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.
2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif
Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI.
3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI.
4. Puting susu terbenam.
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.
5. Puting susu terlalu panjang
Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.
D. Perawatan Payudara pada Masa Nifas Menurut Depkes, RI (1993) adalah
Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara:
1. Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara kemudian urut keatas, terus kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan dari payudara.
2. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
3. Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.
E. Penanganan
1. Jika ibu menyusui:
- Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras
- Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif
- Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut
- Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu
- Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
- Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
- Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
2. Jika ibu tidak menyusui:
- Gunakan bra yang menopang
- Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri
- Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
- Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
- Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
Terapi dan Pengobatan Menurut Prawirohardjo (2005) adalah:
1. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
2. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care
3. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan kompres dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri
4. Gunakan BH yang menopang
5. Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan panas.
Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa, sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stilbestrol 1 mg atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk sementara waktu mengurangi pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan.
DAFTAR PUSTAKA
Fadlie. 2008. (http : //www.fadlie.web.id/Universitas-Panca-Bhakti-Pontianak/)
diakses tanggal 29 Maret 2010
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Manuaba. 1998. Ilmu kebidanan, Penyakit kandungan, dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Henderson, Christine, dkk. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Asuhan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Jakarta : EGC.
Pritchard: Maedonal; Bant. 1999. Obstetri Williams. Surabaya: Airlangga University
Prawirohardjo, Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU POST PARTUM 2 HARI DENGAN BENDUNGAN ASI
DI BPS HJ. RUSMAWATI MARTAPURA
I. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal : Kamis / 7 Januari 2010
Jam : 08.00 WITA
A. Data Subjektif
1. Identitas
Istri Suami
Nama : Ny. A Tn. M
Umur : 19 tahun 21 tahun
Suku / Bangsa : Banjar / Indonesia Banjar / Indonesia
Pendidikan : SMP SMA
Pekerjaan : IRT Swasta
Alamat : Sei. Paring RT. 01 Sei. Paring RT. 01
2. Keluhan Utama
Ibu nifas hari ke-2 mengeluh payudaranya terasa panas, bengkak, dan nyeri serta ASI belum keluar sejak bayi dilahirkan.
3. Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : ± 28 hari
Lamanya : ± 7 hari
Banyaknya : 2-3 kali ganti tella / hari
Dismenorhoe : Tidak pernah
4. Riwayat Persalinan Sekarang
Hari / tanggal : Selasa / 5 Januari 2010
Umur kehamilan : 40 minggu
Jenis persalinan : Spontan belakang kepala
Penolong persalinan : Bidan
Keadaan persalinan :
- Kala I
Pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2010 jam 09.00 WITA, dilakukan pemeriksaan dalam VT ø 4 cm, portio tebal lunak, penurunan kepala H III (4/5), ketuban belum pecah (+), DJJ 128x/menit, kontraksi 3 x dalam 10 menit dengan durasi 40 detik.
- Kala II
Pada jam 17.55 WITA, dilakukan pemeriksaan dalam VT ø 10 cm, pada jam 18.05 WITA ketuban pecah, his semakin sering dan teratur kemudian ibu dipimpin mengedan. Pada jam 18.40 WITA bayi lahir spontan belakang kepala dan langsung menangis dengan jenis kelamin perempuan, BB = 3200 gr, PB = 50 cm dan tidak ada cacat serta perdarahan ± 100 cc.
- Kala III
Pada jam 18.45 WITA plasenta lahir lengkap dengan selaputnya, kontraksi baik, TFU 2 jari di bawah pusat, terdapat robekan jalan lahir dan perdarahan ± 100 cc.
- Kala IV
Observasi ± 2 jam dengan hasil pemantauan pada jam 19.30 WITA, TD = 120/80 mmHg, nadi = 88 x/menit, suhu = 370 C, respirasi 30 x/menit, uterus teraba bulat dan keras serta perdarahan ± 100 cc.
- Komplikasi persalinan
• Ibu : Tidak ada
• Bayi : Tidak ada
5. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Ibu
Ibu tidak pernah menderita penyakit menular seperti Tuberculosis (TBC), hepatitis, dan penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, serta ashma.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari pihak keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti Tuberculosis (TBC), hepatitis, dan penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, serta ashma.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Status Perkawinan
Kawin : Ya
Usia kawin : 18 tahun
Lama perkawinan : 1 tahun
Istri ke berapa : Ke-1 (Pertama)
b. Riwayat Keluarga Berencana
Metode : Pil
Lamanya : ± 6 bulan
Masalah : Tidak ada
Alasan Berhenti : Karena ingin punya keturunan
7. Data Biologis
a. Pola Nutrisi
Jenis makanan : Nasi, lauk pauk, sayur, dan buah
(bervariasi)
Porsi makan : 1-2 piring
Frekuensi : 3 kali sehari
Pantangan : Tidak ada
Masalah : Tidak ada
b. Personal Hygiene
Frekuensi mandi : 1 kali sehari
Frekuensi gosok gigi : Setiap hari setelah makan dan
sebelum tidur malam
Frekuensi ganti pakaian : 2 kali sehari
Kebersihan vulva : Ibu selalu membersihkan vulva tiap
kali BAB dan BAK serta pada saat
mandi
Masalah : Tidak ada
c. Pola Eliminasi
- BAB
Frekuensi : 1-2 kali sehari
Warna : Kuning kecoklatan
Konsistensi : Lembek agak keras
Masalah : Tidak ada
- BAK
Frekuensi : 3-4 kali sehari
Warna : Jernih kekuningan
Bau : Amoniak (pesing)
Masalah : Tidak ada
d. Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum melahirkan
Tidur siang : ± 1 jam (13.00-14.00 WITA)
Tidur malam : ± 7 jam (22.00-05.00 WITA)
Masalah : Tidak ada
- Setelah melahirkan
Tidur siang : Tidak teratur waktu dan lamanya
Tidur malam : Tidak teratur waktu dan lamanya
Masalah : Ketidakteraturan waktu dan
lamanya tidur Ibu karena ibu harus
mengurus ekstra bayinya yang
sering rewel (karena lapar)
yang disebabkan ASI ibu yang
belum keluar karena adanya
bendungan ASI.
e. Pola Aktivitas
Ibu sudah mulai belajar melakukan aktivitas sesuai kemampuannya seperti duduk, berdiri, berjalan serta berlatih melakukan aktivitas-aktivitas ringan lainnya.
f. Pola Seksual
Sebelum melahirkan : 2-3 x seminggu
Setelah melahirkan : Tidak ada
Masalah : Ibu dan suami tidak melakukan hubungan
seksual karena ibu masih dalam masa nifas
dan ibu khawatir dengan luka jahitannya
8. Data Psikologis
Ibu merasa sangat bahagia dengan kelahiran anak pertamanya namun, Ibu juga merasa cemas dengan keadaannya saat ini.
9. Data Spiritual
Ibu tidak bisa melaksanakan shalat 5 waktu seperti biasa karena masih dalam masa nifas.
10. Data Sosial Budaya
Kebiasaan keluarga budaya Banjar dalam menyambut kelahiran seorang anak yaitu melakukan acara betapung tawar setelah tali pusat putus dan acara betasmiahan pada usia anak 40 hari.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Emosional : Terlihat cemas
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 37,80C
Respirasi : 24 x/menit
2. Pemeriksaan Kebidanan
Kepala / Rambut : Lurus, hitam, bersih, tidak rontok
Muka : Tidak oedema, tidak pucat
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
Hidung : Tidak ada polip, tidak ada cairan
yang keluar, tidak ada pernafasan
cuping hidung
Mulut : Bersih, bibir tidak pucat, bibir tidak
pecah-pecah, lidah bersih, tidak ada
stomatitis, tidak ada caries dentis,
gigi tidak berlubang
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada infeksi
dan peradangan, tidak ada serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Tyroid dan getah bening serta tidak
ada pelebaran vena jugularis, tidak
ada pembesaran kelenjar tyroid,
getah bening dan tidak ada
pelebaran vena jugularis.
Mamae : Payudara simetris kanan kiri,
payudara membesar, bengkak dan
merah mengkilap, puting susu
teregang hampir rata, areola
menonjol, terdapat nyeri tekan pada
payudara, payudara teraba
keras, terasa panas, tidak terdapat
benjolan yang abnormal serta ASI
belum keluar
Abdomen :
- Tidak ada luka bekas operasi (luka sikatrik), terdapat linea alba dan striae gravidarum
- Involusi uterus
• TFU : 4 jari di bawah pusat
• Kontraksi : Baik
Genitalia :
- Pengeluaran pervaginam
• Lochea : Rubra
• Banyaknya : Normal, 2 x ganti tella / hari
(± 50 cc)
• Bau : Amis
- Perineum dan anus
• Oedema : Tidak ada
• Jahitan : Ada, jenis jelujur
• Keadaan luka : Semakin kering dan membaik
• Tanda peradangan : Tidak ada
• Pus : Tidak ada
Ekstrimitas : Kuku jari tangan dan kaki tidak
anemis, tidak ada oedema dan
tidak terdapat varises
3. Pemeriksaan penunjang : Tidak dilakukan
II. ASSESMENT
Ibu post partum hari ke-2 dengan bendungan ASI.
III. PLANNING
1. Membangun hubungan saling percaya antara ibu dan bidan, yaitu dengan cara memberikan pelayanan yang baik, bersikap ramah dan sopan, berbicara menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, serta menjaga privacy ibu. Hubungan antara ibu dan bidan sudah terjalin baik.
2. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu, yaitu: keadaan ibu sedikit lemah, payudara terlihat bengkak dan merah mengkilap, terasa keras, panas dan terdapat nyeri tekan pada payudara, tanda vital: TD 120/80 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu 37,80C, TFU 4 jari dibawah pusat, kontraksi baik, jumlah lochea rubra normal (± 50 cc), dan dari hasil pemeriksaan, ibu mengalami bendungan ASI. Hasil pemeriksaan sudah diberitahukan kepada ibu dan ibu sudah mengetahui keadaannya.
3. Menjelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami yaitu ASI yang tidak keluar karena adanya sumbatan saluran ASI sehingga kelenjar ASI membesar/membengkak dan menyebabkan rasa nyeri serta ASI tidak keluar. Penjelasan sudah disampaikan dan ibu sudah mengerti.
4. Memberitahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini adalah pengaruh dari sumbatan ASI tersebut dan ibu akan diberikan pengobatan untuk megurangi keluhan yang ibu rasakan. Penjelasan sudah diberikan dan ibu sudah mengerti.
5. Memberikan ibu pengobatan, yaitu:
- Paracetamol 500 mg sebanyak 9 tablet dengan dosis 3 x sehari untuk mengurangi keluhan demam dan nyeri pada payudara ibu
- Amoxicilin 500 mg sebanyak 9 tablet dengan dosis 3 x sehari untuk mencegah infeksi lebih lanjut (mastitis dan abses) pada payudara ibu
- Vit C 3x1 untuk menjaga dan memperbaiki daya tahan tubuh ibu
- Laktavit 500 mg sebanyak 6 tablet dengan dosis 2 x sehari untuk memperlancar produksi ASI.
Obat-obatan telah diberikan dan ibu sudah mengerti cara minum obat dan kegunaannya.
6. Memberitahu ibu cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan, yaitu:
- Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras
- Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif
- Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
- Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu
- Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
- Pakai bra yang dapat menyangga payudara
Ibu sudah mengerti dan berjanji akan melakukannya.
7. Mengajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara, yaitu:
Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara :
- Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara kemudian urut keatas, terus kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan dari payudara.
- Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
- Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.
Ibu sudah mengerti dan berjanji akan melakukannya.
8. Mengajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik, yaitu:
- Usahakan pada saat menyusui ibu dalam keadaan tenang. Hindari menyusui pada saat keadaan haus dan lapar oleh karena itu dianjurkan untuk minum segelas air /secukupnya sebelum menyusui
- Memasukkan semua areola mamae kedalam mulut bayi
- Ibu dapat menyusui dengan cara duduk atau berbaring dengan santai dan dapat menggunakan sandaran pada punggung
- Sebelum menyusui usahakan tangan dan payudara dalam keadaan bersih
- Payudara dipegang dengan ibu jari di atas, jari yang lain menopang di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting) dibelakang areola
- Berikan ASI pada bayi secara teratur dengan selang waktu 2-3 jam atau tanpa jadwal (on demand) selama 15 menit. Setelah salah satu payudara mulai terasa kosong, sebaiknya ganti menyusui pada payudara yang satunya
- Setelah selesai menyusui oleskan ASI ke payudara, biarkan kering sebelum kembali memakai bra, langkah ini berguna untuk mencegah lecet pada puting
- Sendawakan bayi tiap kali habis menyusui untuk mengeluarkan udara dari lambung bayi supaya bayi tidak kembung dan muntah
Ibu sudah mengerti dan berjanji akan melakukannya.
9. Mengajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara, yaitu :
- Ibu mencuci tangan hingga bersih
- Duduk atau berdiri dengan nyaman dan pegang cangkir atau mangkok bersih dan dekatkan pada payudara
- Letakan ibu jari diatas puting dan areola dan jari telunjuk pada bagian bawah puting dan areola bersamaan dengan ibu jari dan jari lain menopang payudara
- Tekan ibu jari dan telunjuk sedikit ke arah dada, jangan terlalu kuat agar tidak menyumbat aliran susu
- Kemudain tekan sampai berada di sinus laktiferus yaitu tenpat tampungan ASI dibawah areola
- Tekan dan lepas, kemudian tekan dan lepas kembali. Kalau teraba sakit berarti tekniknya salah. ASI akan mengalir terutama bila refleks oksitosinnya aktif.
Ibu mengerti dan berjanji akan melakukannya.
10. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau dan makanan yang bergizi untuk memperbanyak dan memperlancar ASI, misalnya daun katuk, bayam dan lain-lain. Ibu sudah mengerti dan berjanji akan melakukannya.
11. Menganjurkan ibu banyak beristirahat, ibu dapat beristirahat dan tidur pada saat bayi tidur. Selain itu ibu juga jangan terlalu bekerja berat. Serta, mengingatkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan diri, terutama di daerah payudara. Ibu mengerti dan berjanji akan melakukannya.
12. Menjelaskan pada ibu manfaat menyusui dapat memperlancar produksi ASI, mendekatkan hubungan batin ibu dan bayi serta mengurangi resiko kanker payudara. Penjelasan sudah diberikan dan ibu sudah mengerti.
13. Mendokumentasikan asuhan yang diberikan dalam bentuk SOAP. Asuhan yang diberikan telah di dokumentasikan dalam bentuk SOAP.
PADA IBU POST PARTUM 2 HARI DENGAN BENDUNGAN ASI
DI BPS HJ. RUSMAWATI MARTAPURA
Kelas A
Semester IV
Disusun oleh Kelompok 3:
Anisa Maulida 032401SO8004
Darliana 032401SO8014
Dewi Rahayu CN 032401SO8016
Dewi Wahyunita 032401SO8017
Elis Setiawati 032401SO8029
Elya Hayati 032401SO8030
Farida Yuliani 032401SO8036
Hawariah 032401SO8041
Henny Apriliani 032401SO8045
Heny Novarita 032401SO8046
Masmudah Ambarsari 032401SO8074
AKADEMI KEBIDANAN MARTAPURA
YAYASAN KORPRI KABUPATEN BANJAR
2010
LANDASAN TEORI
BENDUNGAN ASI
A. Pengertian
Pembendungan ASI menurut Pritchar (1999) adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu (Buku Obstetri Williams). Pada versi lain bendungan air susu diartikan sebagai pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2005:700).
Kepenuhan fisiologis menurut Rustam (1998) adalah sejak hari ketiga sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa penuh tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang menjadi bendungan. Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena limpatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dengan alveoli meingkat. Payudara menjadi bengkak, merah dan mengkilap.
Jadi dapat diambil kesimpulan perbedaan kepenuhan fisiologis maupun bendungan ASI pada payudara adalah:
- Pada kepenuhan fisiologis: payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat mengkilap. ASI biasanya mengalir dengan lancar dengan kadang-kadang menetes keluar secara spontan.
- Pada bendungan ASI: payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit menghisap ASI sampai bengkak berkurang.
B. Gejala [Prawirohardjo (2005)]
- Payudara terlihat bengkak
- Payudara terasa keras
- Payudara terasa panas
- Terdapat nyeri tekan pada payudara
C. Penyebab
1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna
Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.
2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif
Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI.
3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI.
4. Puting susu terbenam.
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.
5. Puting susu terlalu panjang
Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.
D. Perawatan Payudara pada Masa Nifas Menurut Depkes, RI (1993) adalah
Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara:
1. Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara kemudian urut keatas, terus kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan dari payudara.
2. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
3. Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.
E. Penanganan
1. Jika ibu menyusui:
- Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras
- Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif
- Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut
- Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu
- Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
- Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
- Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
2. Jika ibu tidak menyusui:
- Gunakan bra yang menopang
- Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri
- Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
- Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
- Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
Terapi dan Pengobatan Menurut Prawirohardjo (2005) adalah:
1. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
2. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care
3. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan kompres dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri
4. Gunakan BH yang menopang
5. Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan panas.
Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa, sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stilbestrol 1 mg atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk sementara waktu mengurangi pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan.
DAFTAR PUSTAKA
Fadlie. 2008. (http : //www.fadlie.web.id/Universitas-Panca-Bhakti-Pontianak/)
diakses tanggal 29 Maret 2010
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Manuaba. 1998. Ilmu kebidanan, Penyakit kandungan, dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Henderson, Christine, dkk. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Asuhan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Jakarta : EGC.
Pritchard: Maedonal; Bant. 1999. Obstetri Williams. Surabaya: Airlangga University
Prawirohardjo, Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU POST PARTUM 2 HARI DENGAN BENDUNGAN ASI
DI BPS HJ. RUSMAWATI MARTAPURA
I. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal : Kamis / 7 Januari 2010
Jam : 08.00 WITA
A. Data Subjektif
1. Identitas
Istri Suami
Nama : Ny. A Tn. M
Umur : 19 tahun 21 tahun
Suku / Bangsa : Banjar / Indonesia Banjar / Indonesia
Pendidikan : SMP SMA
Pekerjaan : IRT Swasta
Alamat : Sei. Paring RT. 01 Sei. Paring RT. 01
2. Keluhan Utama
Ibu nifas hari ke-2 mengeluh payudaranya terasa panas, bengkak, dan nyeri serta ASI belum keluar sejak bayi dilahirkan.
3. Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : ± 28 hari
Lamanya : ± 7 hari
Banyaknya : 2-3 kali ganti tella / hari
Dismenorhoe : Tidak pernah
4. Riwayat Persalinan Sekarang
Hari / tanggal : Selasa / 5 Januari 2010
Umur kehamilan : 40 minggu
Jenis persalinan : Spontan belakang kepala
Penolong persalinan : Bidan
Keadaan persalinan :
- Kala I
Pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2010 jam 09.00 WITA, dilakukan pemeriksaan dalam VT ø 4 cm, portio tebal lunak, penurunan kepala H III (4/5), ketuban belum pecah (+), DJJ 128x/menit, kontraksi 3 x dalam 10 menit dengan durasi 40 detik.
- Kala II
Pada jam 17.55 WITA, dilakukan pemeriksaan dalam VT ø 10 cm, pada jam 18.05 WITA ketuban pecah, his semakin sering dan teratur kemudian ibu dipimpin mengedan. Pada jam 18.40 WITA bayi lahir spontan belakang kepala dan langsung menangis dengan jenis kelamin perempuan, BB = 3200 gr, PB = 50 cm dan tidak ada cacat serta perdarahan ± 100 cc.
- Kala III
Pada jam 18.45 WITA plasenta lahir lengkap dengan selaputnya, kontraksi baik, TFU 2 jari di bawah pusat, terdapat robekan jalan lahir dan perdarahan ± 100 cc.
- Kala IV
Observasi ± 2 jam dengan hasil pemantauan pada jam 19.30 WITA, TD = 120/80 mmHg, nadi = 88 x/menit, suhu = 370 C, respirasi 30 x/menit, uterus teraba bulat dan keras serta perdarahan ± 100 cc.
- Komplikasi persalinan
• Ibu : Tidak ada
• Bayi : Tidak ada
5. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Ibu
Ibu tidak pernah menderita penyakit menular seperti Tuberculosis (TBC), hepatitis, dan penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, serta ashma.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari pihak keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti Tuberculosis (TBC), hepatitis, dan penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, serta ashma.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Status Perkawinan
Kawin : Ya
Usia kawin : 18 tahun
Lama perkawinan : 1 tahun
Istri ke berapa : Ke-1 (Pertama)
b. Riwayat Keluarga Berencana
Metode : Pil
Lamanya : ± 6 bulan
Masalah : Tidak ada
Alasan Berhenti : Karena ingin punya keturunan
7. Data Biologis
a. Pola Nutrisi
Jenis makanan : Nasi, lauk pauk, sayur, dan buah
(bervariasi)
Porsi makan : 1-2 piring
Frekuensi : 3 kali sehari
Pantangan : Tidak ada
Masalah : Tidak ada
b. Personal Hygiene
Frekuensi mandi : 1 kali sehari
Frekuensi gosok gigi : Setiap hari setelah makan dan
sebelum tidur malam
Frekuensi ganti pakaian : 2 kali sehari
Kebersihan vulva : Ibu selalu membersihkan vulva tiap
kali BAB dan BAK serta pada saat
mandi
Masalah : Tidak ada
c. Pola Eliminasi
- BAB
Frekuensi : 1-2 kali sehari
Warna : Kuning kecoklatan
Konsistensi : Lembek agak keras
Masalah : Tidak ada
- BAK
Frekuensi : 3-4 kali sehari
Warna : Jernih kekuningan
Bau : Amoniak (pesing)
Masalah : Tidak ada
d. Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum melahirkan
Tidur siang : ± 1 jam (13.00-14.00 WITA)
Tidur malam : ± 7 jam (22.00-05.00 WITA)
Masalah : Tidak ada
- Setelah melahirkan
Tidur siang : Tidak teratur waktu dan lamanya
Tidur malam : Tidak teratur waktu dan lamanya
Masalah : Ketidakteraturan waktu dan
lamanya tidur Ibu karena ibu harus
mengurus ekstra bayinya yang
sering rewel (karena lapar)
yang disebabkan ASI ibu yang
belum keluar karena adanya
bendungan ASI.
e. Pola Aktivitas
Ibu sudah mulai belajar melakukan aktivitas sesuai kemampuannya seperti duduk, berdiri, berjalan serta berlatih melakukan aktivitas-aktivitas ringan lainnya.
f. Pola Seksual
Sebelum melahirkan : 2-3 x seminggu
Setelah melahirkan : Tidak ada
Masalah : Ibu dan suami tidak melakukan hubungan
seksual karena ibu masih dalam masa nifas
dan ibu khawatir dengan luka jahitannya
8. Data Psikologis
Ibu merasa sangat bahagia dengan kelahiran anak pertamanya namun, Ibu juga merasa cemas dengan keadaannya saat ini.
9. Data Spiritual
Ibu tidak bisa melaksanakan shalat 5 waktu seperti biasa karena masih dalam masa nifas.
10. Data Sosial Budaya
Kebiasaan keluarga budaya Banjar dalam menyambut kelahiran seorang anak yaitu melakukan acara betapung tawar setelah tali pusat putus dan acara betasmiahan pada usia anak 40 hari.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Emosional : Terlihat cemas
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 37,80C
Respirasi : 24 x/menit
2. Pemeriksaan Kebidanan
Kepala / Rambut : Lurus, hitam, bersih, tidak rontok
Muka : Tidak oedema, tidak pucat
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
Hidung : Tidak ada polip, tidak ada cairan
yang keluar, tidak ada pernafasan
cuping hidung
Mulut : Bersih, bibir tidak pucat, bibir tidak
pecah-pecah, lidah bersih, tidak ada
stomatitis, tidak ada caries dentis,
gigi tidak berlubang
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada infeksi
dan peradangan, tidak ada serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Tyroid dan getah bening serta tidak
ada pelebaran vena jugularis, tidak
ada pembesaran kelenjar tyroid,
getah bening dan tidak ada
pelebaran vena jugularis.
Mamae : Payudara simetris kanan kiri,
payudara membesar, bengkak dan
merah mengkilap, puting susu
teregang hampir rata, areola
menonjol, terdapat nyeri tekan pada
payudara, payudara teraba
keras, terasa panas, tidak terdapat
benjolan yang abnormal serta ASI
belum keluar
Abdomen :
- Tidak ada luka bekas operasi (luka sikatrik), terdapat linea alba dan striae gravidarum
- Involusi uterus
• TFU : 4 jari di bawah pusat
• Kontraksi : Baik
Genitalia :
- Pengeluaran pervaginam
• Lochea : Rubra
• Banyaknya : Normal, 2 x ganti tella / hari
(± 50 cc)
• Bau : Amis
- Perineum dan anus
• Oedema : Tidak ada
• Jahitan : Ada, jenis jelujur
• Keadaan luka : Semakin kering dan membaik
• Tanda peradangan : Tidak ada
• Pus : Tidak ada
Ekstrimitas : Kuku jari tangan dan kaki tidak
anemis, tidak ada oedema dan
tidak terdapat varises
3. Pemeriksaan penunjang : Tidak dilakukan
II. ASSESMENT
Ibu post partum hari ke-2 dengan bendungan ASI.
III. PLANNING
1. Membangun hubungan saling percaya antara ibu dan bidan, yaitu dengan cara memberikan pelayanan yang baik, bersikap ramah dan sopan, berbicara menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, serta menjaga privacy ibu. Hubungan antara ibu dan bidan sudah terjalin baik.
2. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu, yaitu: keadaan ibu sedikit lemah, payudara terlihat bengkak dan merah mengkilap, terasa keras, panas dan terdapat nyeri tekan pada payudara, tanda vital: TD 120/80 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu 37,80C, TFU 4 jari dibawah pusat, kontraksi baik, jumlah lochea rubra normal (± 50 cc), dan dari hasil pemeriksaan, ibu mengalami bendungan ASI. Hasil pemeriksaan sudah diberitahukan kepada ibu dan ibu sudah mengetahui keadaannya.
3. Menjelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami yaitu ASI yang tidak keluar karena adanya sumbatan saluran ASI sehingga kelenjar ASI membesar/membengkak dan menyebabkan rasa nyeri serta ASI tidak keluar. Penjelasan sudah disampaikan dan ibu sudah mengerti.
4. Memberitahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini adalah pengaruh dari sumbatan ASI tersebut dan ibu akan diberikan pengobatan untuk megurangi keluhan yang ibu rasakan. Penjelasan sudah diberikan dan ibu sudah mengerti.
5. Memberikan ibu pengobatan, yaitu:
- Paracetamol 500 mg sebanyak 9 tablet dengan dosis 3 x sehari untuk mengurangi keluhan demam dan nyeri pada payudara ibu
- Amoxicilin 500 mg sebanyak 9 tablet dengan dosis 3 x sehari untuk mencegah infeksi lebih lanjut (mastitis dan abses) pada payudara ibu
- Vit C 3x1 untuk menjaga dan memperbaiki daya tahan tubuh ibu
- Laktavit 500 mg sebanyak 6 tablet dengan dosis 2 x sehari untuk memperlancar produksi ASI.
Obat-obatan telah diberikan dan ibu sudah mengerti cara minum obat dan kegunaannya.
6. Memberitahu ibu cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan, yaitu:
- Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras
- Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif
- Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
- Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu
- Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
- Pakai bra yang dapat menyangga payudara
Ibu sudah mengerti dan berjanji akan melakukannya.
7. Mengajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara, yaitu:
Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara :
- Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara kemudian urut keatas, terus kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan dari payudara.
- Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
- Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.
Ibu sudah mengerti dan berjanji akan melakukannya.
8. Mengajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik, yaitu:
- Usahakan pada saat menyusui ibu dalam keadaan tenang. Hindari menyusui pada saat keadaan haus dan lapar oleh karena itu dianjurkan untuk minum segelas air /secukupnya sebelum menyusui
- Memasukkan semua areola mamae kedalam mulut bayi
- Ibu dapat menyusui dengan cara duduk atau berbaring dengan santai dan dapat menggunakan sandaran pada punggung
- Sebelum menyusui usahakan tangan dan payudara dalam keadaan bersih
- Payudara dipegang dengan ibu jari di atas, jari yang lain menopang di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting) dibelakang areola
- Berikan ASI pada bayi secara teratur dengan selang waktu 2-3 jam atau tanpa jadwal (on demand) selama 15 menit. Setelah salah satu payudara mulai terasa kosong, sebaiknya ganti menyusui pada payudara yang satunya
- Setelah selesai menyusui oleskan ASI ke payudara, biarkan kering sebelum kembali memakai bra, langkah ini berguna untuk mencegah lecet pada puting
- Sendawakan bayi tiap kali habis menyusui untuk mengeluarkan udara dari lambung bayi supaya bayi tidak kembung dan muntah
Ibu sudah mengerti dan berjanji akan melakukannya.
9. Mengajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara, yaitu :
- Ibu mencuci tangan hingga bersih
- Duduk atau berdiri dengan nyaman dan pegang cangkir atau mangkok bersih dan dekatkan pada payudara
- Letakan ibu jari diatas puting dan areola dan jari telunjuk pada bagian bawah puting dan areola bersamaan dengan ibu jari dan jari lain menopang payudara
- Tekan ibu jari dan telunjuk sedikit ke arah dada, jangan terlalu kuat agar tidak menyumbat aliran susu
- Kemudain tekan sampai berada di sinus laktiferus yaitu tenpat tampungan ASI dibawah areola
- Tekan dan lepas, kemudian tekan dan lepas kembali. Kalau teraba sakit berarti tekniknya salah. ASI akan mengalir terutama bila refleks oksitosinnya aktif.
Ibu mengerti dan berjanji akan melakukannya.
10. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau dan makanan yang bergizi untuk memperbanyak dan memperlancar ASI, misalnya daun katuk, bayam dan lain-lain. Ibu sudah mengerti dan berjanji akan melakukannya.
11. Menganjurkan ibu banyak beristirahat, ibu dapat beristirahat dan tidur pada saat bayi tidur. Selain itu ibu juga jangan terlalu bekerja berat. Serta, mengingatkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan diri, terutama di daerah payudara. Ibu mengerti dan berjanji akan melakukannya.
12. Menjelaskan pada ibu manfaat menyusui dapat memperlancar produksi ASI, mendekatkan hubungan batin ibu dan bayi serta mengurangi resiko kanker payudara. Penjelasan sudah diberikan dan ibu sudah mengerti.
13. Mendokumentasikan asuhan yang diberikan dalam bentuk SOAP. Asuhan yang diberikan telah di dokumentasikan dalam bentuk SOAP.
Langganan:
Postingan (Atom)